Grundelan bailout bank Century

Saturday, December 26, 2009

Krisis (dan "krisis") dalam gambar_update1

Kalau mau nonton gambar2 krisis dan "krisis", ini saya ada tambahannya...jangan terlalu serius (apalagi sampe jerit2) karena cuma untuk lucu2an aja. Data masih musti dicek lagi (dari sononya ada yang missing, ada yang tertukar dengan data negara lain, dst dst). Data juga pengennya saya lengkapi sehingga periode 1997-1999 bisa tampak juga proses pemulihannya. Kesulitannya, untuk hal yang sama, sumber data ada yang bisa didownload, ada yang dari print out...format juga nggak sama...ada yang langsung bisa langsung masuk excel, ada yang musti "dimacem-macemin" dulu, ada yang dalam pdf. Satu hal yang saya jamin, gambar tidak bakal tertukar: kondisi 2007-2009 ditampilkan dengan data 1997-1999 (yang kuning itu)....supaya kelihatan gawattt benerrrr...



Iseng2 bandingin kondisi 1997-1998 dengan 2007-2008...Kalau mau serius, perbandingan dua periode itu musti diuji statistik. Tapi karena ini cuma iseng2 aja.. jadinya cuma saya tarik pake excel...just for fun...
Data saya kumpulkan dari berbagai sumber: publikasi BI, website BI, dari internet http://fx.sauder.ubc.ca/data.html (untuk data kurs harian).
Ada yang sudah dapat sepasang (data kurs dan interbank rate); ada yang belum (maunya pamer data leading indicator krisis).

Untuk yang sudah didapat, gambar2nya bisa ditonton dibawah ini....



Kurs rupiah terhadap dolar dari tanggal 2 Juni 1997-31 Juli 2000 (data harian):

Kurs rupiah terhadap dolar bulan Juni 1997 sekitar 2400, tapi akhir 1997 sudah diatas 5000. Nilai rupiah terus memburuk, dalam waktu kurang dari 1 bulan sudah 14000 (23 Januari 1998). 17 Juni 1998 sempat 16000. Setelah itu terus menguat dibawah Rp 10000 (mulai Oktober 1998).
Bagaimana gejolak kurs tahun 2007/2008?? Apa benar "melonjak-lonjak"? Berikut ini gambarnya...

Kurs rupiah terhadap dolar 1 Juni 2007 - 31 Juli 2009 (data harian):



Juni 2007, kurs rupiah sekitar 8800, tapi 24 Oktober 2008 sudah 10000 . 3Desember 2008 sempat sampai Rp 12000; lalu agak menguat, melemah lagi Maret 2009. Setelah itu trend rupiah terus menguat.
Kalau dua grafik dibandingkan, (mata nggak lagi belekan ni...), jelas gejolak kurs rupiah 1997/1998 tidak sama dengan 2007/2008. Tapi stabilnya kurs rupiah ada harganya...Krisis keuangan internasional membuat modal asing di Indonesia "dipanggil" pulang. Akibatnya permintaan dolar naik. Supaya kurs tidak terlalu berfluktuasi, BI melakukan intervensi; cadangan devisa dipakai untuk jaga kurs, sehingga bulan November 2008 devisa Indonesia tinggal USD 50 milyar (lihat gambar cadangan devisa di bawah). Jumlah itu terendah di 2008. BI juga melonggarkan GWM valas dan (kalau tidak salah) aturan posisi devisa neto. Tujuannya supaya pasokan dolar di pasar bertambah, dan orang tidak kejar2 dolar.


Rupiah sempat terpelanting ke 10000, salah satu sebabnya pada bulan September 2008, di Amerika banyak kejadian penting. Pertengahan September Lehman Brothers menyatakan diri bangkrut. Kira2 dua hari setelah Lehman, AIG di-bailout pemerintah Amerika. Beberapa hari kemudian Paulson dan Bernanke datang ke Kongres minta USD 700 milyar dalam rangka penyelamatan ekonomi Amerika.
Krisis yang berawal di sektor keuangan Amerika akhirnya sudah mempengaruhi ekonomi negara2 lain. Pemerintah Islandia sampai bangkrut karena semua bank2 nya ambruk (aset tiga bank utama sudah 14x GDP negara itu. Bank2 Islandia membiayai investasi dari international money market yang mendadak kering saat krisis Amerika menular ke Eropa) . Rusia dan IMF sudah dijajaki untuk pinjam uang. Sementara itu pemerintah negara2 di Eropa Timur, Amerika Latin, Asia Selatan, sampai Asia Tenggara intervensi habis2an untuk mempertahankan mata uang masing2. Ini gambar2nya...



(Sebelum nonton gambar, sekali lagi mengenai data: Cadangan devisa (Reserve assets) datanya saya ambil dari Indonesian Financial Statistics (Stastistik Ekonomi Keuangan Indonesia). Angka2 cadangan devisa di publikasi tersebut bersumber dari International Financial Statistics terbitan IMF. Definisi cadangan devisa IMF agak beda: tidak termasuk emas moneter. Sehingga, cadangan devisa Indonesia menurut IMF (pada bulan November 2008 misalnya) lebih kecil sekitar USD2 milyar.)



Korea Selatan memiliki cadangan devisa sekitar 4-5 kali cadangan devisa Indonesia. Pertengahan 2008 cadangan devisa Korea (garis biru) masih sekitar USD 247 milyar. Tapi dalam waktu 4 bulan, November 2008, cadangan devisa Korea tinggal USD 200 milyar. Malaysia juga mengalami hal yang mirip. Grafiknya seperti ini:



Malaysia (garis pink) pada Juli 2008 punya cadangan devisa USD 125 milyar, tapi bulan Desember2008 tinggal USD 91 milyar (berkurang 27%). Memang tidak semua negara mengalami tekanan cadangan devisa sekitar bulan September- November 2008. Cadangan devisa Hong Kong meningkat sedikit; demikian pula Filipina. Akan tetapi, di beberapa negara utama Amerika Selatan, kondisinya tidak jauh beda: cadangan devisa berkurang karena pemerintah melakukan intervensi menstabilkan mata uang.



Kejadian2 di luar Indonesia itu, mungkin, "rekindle ugly memory" pejabat otoritas keuangan di Indonesia. Jangan2 ini kayak sepuluh tahun lalu.... Sepuluh tahun yang lalu dimulai dari Thailand..bagaimana kalau kali ini dimulai dari Malaysia?? Beberapa negara tetangga mulai memberlakukan blanket guarantee untuk mengimbangi negara pesaing (seingat saya, yang mulai Hongkong, lalu diikuti Singapore)... Ibarat terperangkap ditengah badai, tidak ada yang tau kapan badai akan berakhir... Korea yang cadangan devisa jauh lebih besar saja kehilangan USD 47 milyar hanya dalam waktu 4 bulan sebagian besar untuk menstabilkan Won..dan jumlah itu sama dengan seluruh cadangan devisa Indonesia...Gimana kalau badai ini berkepanjangan...gimana bisa bertahan dengan devisa pas-pasan gini?? ...siapa yang tau kapan krisis sub prime mortgage berakhir?

Ada "hantu" likuiditas di pasar uang


Pada bulan2 itu (sekitar September 2008), pasar uang virtually dissapear. Bank2 tidak mau meminjamkan uang ke counterparty. Ini terjadi dimana-mana, termasuk di Indonesia. Ada yang bilang, situasi pasar uang mencekam mirip kondisi 1997-1998. Apa benar gitu?
Kita tonton dulu gambar 2007-2008...

Kalau lihat grafik suku bunga overnight di pasar uang Indonesia, tahun 2008 semester kedua sebetulnya tidak terlalu berfluktuasi walaupun bisa sampe 9%. (Bank Century dapat LOLR dan di PMS bulan November 2008). Suku bunga rata2 overnight tahun 2007 malah lebih berfluktuasi dibanding semester kedua 2008 dan tahun 2009. Ini grafiknya:

Suku bunga overnight transaction di pasar uang, sesi sore, rata2 tertimbang, dari Januari minggu pertama 2007-Oktober minggu keempat 2009:


Bulan Maret 2007 minggu keempat bunga overnight transaction 10.77%, tapi dua minggu kemudian sudah 8%. Oktober 2007 minggu ketiga malah 2.15%, tapi November 2007 minggu pertama sudah 10.62%. Maret 2008, suku bunga overnight rata-rata jadi sekitar 8%; sejak itu suku bunga jadi lebih stabil walau tren-nya meningkat. November 2008 jadi sekitar 9% (naik dua kali lipat dibandingkan Januari minggu pertama 2007; tanda uang mahal). Setelah itu tren suku bunga overnight terus turun jadi sekitar 6%.

Coba bandingkan gambar di atas dengan gambar suku bunga interbank periode 1997-1999 di bawah ini:

Suku bunga call money transaction, rata2 tertimbang, dari Januari minggu pertama 1996 sampai Januari minggu kedua 2000:



Dari gambar di atas, kita bisa sama2 lihat suku bunga call money periode Agustus 1997-1998 berfluktuasi dengan tren meningkat, beda dengan periode 2007/2008 (selama satu setengah tahun berfluktuasi, tapi tren tidak meningkat). Pada bulan Agustus 1997 minggu pertama, suku bunga call money mulai meningkat dari sekitar 12% persen jadi sekitar 23.19%; minggu kedua sudah 26.23%; minggu ketiga melonjak jadi 136.86%. Sejak itu, suku bunga call money tetap "terbang" diatas 20% (bahkan diatas 30%) kira2 selama 2 tahun. Baru pada bulan Agustus 1999 suku bunga kembali sekitar 12%.

(Data interbank transaction yang tersedia untuk dua periode itu sebetulnya tidak persis sama. Data 1996-2000 adalah data suku bunga call money transaction; sedangkan data 2007-2009 adalah data suku bunga overnight transaction sesi sore. Grafik sesi pagi tidak jauh beda.)

Gosip di jalanan...

Yang bikin suasana September 2008 makin "kelabu", adalah berita bank run di Hong Kong. Tanggal 25-26 September 2008, nasabah Bank of East Asia Hong Kong rame2 tarik dana. Rumor yang disebarkan lewat sms bilang, bank ini punya eksposur besar di Lehman Brothers dan AIG; sebentar lagi diambilalih pemerintah. Bank of East Asia adalah bank kelima terbesar (ada yang bilang ketiga terbesar). Manajemen bank mengakui punya eksposur di Lehman Brothers dan AIG, tapi tidak banyak. Tapi seminggu sebelumnya bank juga mengumumkan ada penggelapan di transaksi derivatif sehingga ekspektasi earning musti dikoreksi. Rating agency S&P dan Moody's langsung downgrade dan kasi rating negatif. http://i.telegraph.co.uk/telegraph/multimedia/archive/00997/bankeastasia_997776c.jpg


Kantor cabang Bank of East Asia di Singapore juga kena imbas rush nasabah. Tapi, bank run di Bank of East Asia tidak menjalar ke bank lain. Setidaknya, tidak ada berita, bank2 lain di Hong Kong juga diserbu nasabah untuk tarik dana. Mirip seperti Northern Rock. Orang antri dua-tiga hari, tapi nasabah bank2 lain relatif tenang. (Mengenai bank run, saya tulis di http://grundelanbankcentury.blogspot.com/2009/09/dongeng-bank-run.html).


Bagaimana situasi dana pihak ketiga Indonesia 2007-2009? Apa dalam kondisi "gawat dana" seperti tahun 1997-1999? Coba kita tonton sama2 gambarnya ya... ini yang 2007-2008 dulu...


Dana pihak ketiga Juli 2007-Juli 2009




Garis ungu tebal adalah total dana pihak ketiga (tidak termasuk BPR) Juli 2007-Juli 2009. Angka2 sudah disesusaikan dengan GDP deflator tahun masing2; kecuali untuk data 2009 pakai GDP deflator 2008. Ada drop lumayan besar dari bulan Desember 2007 ke Januari 2008. Nampaknya ini pengaruh inflasi (?) karena angka GDP deflator juga besar (di gambar kredit juga begini).


Kembali ke dana pihak ketiga: walaupun ada "drop" besar bulan Januari 2008, pengumpulan dana masyarakat terus berlangsung dengan baik; trendnya oke2 aja...kayaknya sih 2007-2008 tidak seperti yang 1997-1999... Mau lihat? Ini gambarnya...


Dana pihak ketiga Januari 1997-Desember 1999


Ada drop sedikit bulan November 1997; waktu itu kurs rupiah sudah mendekati 4000, suku bunga call money sekitar 37%-47%. Bunga tabungan mungkin juga meningkat (belum sempat cari datanya) ;tapi kondisi berubah drastis pada tahun 1998.


Menurut saya, ada beberapa hal menarik dari gambar dana 1997-1999: pertama, total dana di industri perbankan "terjun bebas" dari Desember 1997 ke April 1998; tapi lalu meningkat lagi Juni 1998. Ingat gambar kurs rupiah Desember 1997 (jauuuh di atas ya...)...Rupiah terdepresiasi 100% dari 2400an jadi 5000an. Pemerintah sudah tidak bisa lagi defend rupiah, akhirnya rupiah diserahkan ke pasar. Situasi politik, inkonsistensi pemerintah Indonesia dengan IMF, kerusuhan etnis ikut bikin penabung was-was... Akhirnya orang tarik uang rame2... Ketika masyarakat mulai datang lagi ke bank (Juni 1998), sebagian dana tidak kembali ke industri perbankan. Mungkin kabur ke luar negeri bersama-sama pemiliknya... (ini namanya "panic", bukan hanya "bank run"). Tren total dana dibulan2 berikutnya juga tidak meningkat, landai saja... Ekonomi kontraksi, orang tidak banyak punya sisa uang untuk ditabung....


Hal menarik yang kedua, kalau dilihat gerakan dana menurut kepemilikan bank, nampaknya tidak semua jenis bank mengalami "bleeding" pada masa "gawat dana" sepuluh tahun lalu. Bank swasta nasional (garis pink) mengalami rush paling parah-for obvious reasons (sentimen konglomerat...jangan2 besok pagi banknya sudah lenyap ditelan krisis, dst)... Tapi coba lihat bank yang dimiliki pemerintah daerah (garis hijau) dana mereka stabil; bank pesero (garis biru) setelah April 1998 dana yang dihimpun malah meningkat lebih banyak dari sebelum krisis. Juga bank asing: tren dana malah meningkat, tidak ada drop (mungkin mereka malah pengen tolak dana kalau bisa). Dengan kata lain, periode 1997-1999 ada "panic", tapi ada juga "flight to quality" atau "flight to safety". Masyarakat milih2 tempatkan uangnya; mereka untuk sementara tidak percaya sama bank swasta nasional (siapa bilang depositor cuma bisa panik dan melakukan hal2 irasional??)


Banyak yang bilang, bailout Century itu justified karena kalau tidak dibailout akan terjadi geger perbankan: bank run, nasabah pindahin uang ke negeri lain, dst2. Saya sudah tunjukan gambarnya ya...bahkan pada saat "gawat darurat ekonomi", dana yang sempat keluar dari industri perbankan "hanya" sekitar 30% (antara Desember1997- April 1998; lalu balik lagi sekitar 20% bulan Juni 1998). Jadi total yang hilang 10% (antara Desember 1997-Juni 1998; ini itungan bodo2an). Padahal waktu itu belum ada LPS (baru dibikin 2004).

Kekacauan dalam industri perbankan sendiri juga parsial: seperti yang saya bilang barusan, hanya bank swasta nasional yang kena paling parah. Mereka juga kehilangan nasabah (= banyak yang tidak balik, pindahin dana ke bank non swasta nasional)... padahal waktu itu dah gawat bener toh? Banyak bank ditutup dan kena isu macem2...apalagi kurs rupiah melonjak2 beneran...

Lha Century itu kalau ditutup November 2008 apa bisa bikin BCA klenger (lagi) karena di-rush nasabah??? (=Century jadi pemicu "kekacauan perbankan"?) Atau penutupan Century tidak bisa dilakukan karena waktu itu sudah ditengah krisis (kalau dilihat dari gambar2 kayaknya tidak ditengah krisis...belum lagi mulai di Indonesia...

(Sampai sekarang, bailout Century dan argumentasinya susah masuk diakal saya...Dipikir2 kok mirip cerita adanya WMD di Irak yang berusaha dijejalkan GW Bush ke dunia...akhirnya terbukti bukan WMD-Weapon of Mass Destruction tapi WMD-Weapon of Mass Deception... )


Kalau pada masa krisis 1997-1998, kondisi dana seperti itu, gimana kreditnya?? Saya tunjukkan yang kuning dulu....

Kredit Januari 1997-Desember 1999



Tren kredit 1997-1999 mirip dengan tren dana periode itu-seperti huruf M. Bedanya dengan gambar dana, kredit langsung drop banyak sekali setelah Juni 1998. (Sayang data setelah 1999 belum dapat...nanti di update lagi supaya bisa ditonton kapan recovery).

Lalu kredit 2007-2009 itu seperti apa tren-nya?...coba tebak...ya... seperti dana yang dihimpun bank diperiode yang sama... Kayak gini gambarnya...


Kredit Oktober 2007-Oktober 2009



Seperti yang sudah saya kemukakan, ada drop besar antara Desember 2007 dan Januari 2008; mungkin karena inflasi (?). Tapi yang jelas, dana pihak ketiga trennya bagus, kredit juga bagus... Apa dengan melikuidasi Century (November 2008 atau bahkan sebelumnya) semuanya bisa berantakan?? Bulan berikutnya ekonomi Indonesia terjun bebas seperti periode Desember 1997-April 1998? Lalu terjadi kontraksi ekonomi di tahun 2009-2010 karena "kualat"-tidak bailout Century??... Susah dicerna ini... (anyone can help maybe??)...
Menurut saya, disinilah letak pentingnya argumen resiko sistemik. Kalau pengawas BI bisa membuktikan bahwa likuidasi Century (= tidak di PMS) akan mengakibatkan geger ekonomi (sehinga sama dengan periode 1997-1998, atau bahkan lebih buruk lagi), ya berarti kebijakan itu justified. Masalah nabrak peraturan dan undang-undang mungkin bisa dianggap "terpaksaaaaaa banget". Tapi kalau analisa resiko sistemik saja tidak tuntas (seperti yang ditulis Imam Sugema di Republika 4 Januari 2010), bagaimana orang percaya? Awam kayak saya, akhirnya wondering "gimana penalarannya, dari level individual bank sekaliber Century ditarik ke level makro (kurs, situasi pasar uang, total dana pihak ketiga yang dikhawatirkan "lari", dst)??". Sistemiknya dimana Century itu??


Memang kurs rupiah tahun 2008 sempat drop; memang cadangan devisa sempat banyak terpakai untuk mempertahankan rupiah (ini tugas BI). Tapi apa waktu itu tidak ada yang kasi presentasi leading indicator currency crisis, banking crisis, speculative attack dan sebangsanya ke pejabat yang musti bikin keputusan??? (Sehingga bisa bedain fenomena yang "begitu" benernya nggak perlu bikin mereka "cold feet" lalu kalap bailout bank jelek??) Bawahan yang "membiarkan" atasannya bikin keputusan gombal, mustinya dibuang ke laut aja....Sebaliknya atasan yang sengaja bikin keputusan gombal biar sudah dikasi advis bagus sama bawahan2nya...mustinya diapain ya....

Lain Indonesia, lain Filipina...

Jadi settingnya di Indonesia pada saat itu kira2 gini: kondisi cadangan devisa semester kedua 2008 agak mengkhawatirkan. Otoritas keuangan tidak tau seberapa banyak lagi devisa harus dipakai untuk menstabilkan rupiah. Belum lagi kebutuhan2 lain seperti impor dan bayar utang luar negeri...Iya kalau krisis cepat berakhir...gimana kalau berkepanjangan... IMF konon sempat di-approach juga sama pemerintah Indonesia untuk memperkuat devisa negara. Dapat janji kalau tidak salah USD 2 milyar.
Pasar uang dalam negeri ikut2an paranoid sehingga likuiditas jadi ketat; padahal tahun 2008 tren dana pihak ketiga sangat positif. Karena pejabat yang bikin keputusan punya memori krismon 1997/1998, kejadian2 tahun 2008 itu sudah jadi semacam "emergency alarm".... Jangan2....

Bank Century entered the scene...ketuk pintu BI, nangis2 minta bantuan likuiditas....
Wrong request in the wrong time...
Entah kenapa dituruti sampai akhirnya dapat label "sistemik" dan di PMS....

Tidak terlalu jauh dari Indonesia, otoritas keuangan Filipina menutup tujuh bank semacam BPR pada bulan Desember 2008. Diberitakan, selama tahun 2008 ada 25 bank dilikuidasi, tertinggi dibanding 2007 dan 2006. (Tidak diketahui berapa banyak bank yang di-bailout).
Kayaknya ekonomi Filipina baik2 aja tuh...ekonomi mereka tidak ambruk... (apa karena sebagian besar yang dilikuidasi bank2 kecil macam BPR??)
Nasabah Filipina juga nggak tarik dana besar2an lalu pindahin ke negeri lain... Padahal Otoritas Keuangan Filipina hanya meningkatkan nilai penjaminan, tidak menerapkan blanket guarantee...
Mestinya mereka ngerti kalau 2008 lagi krisis keuangan global ya....
Atau mungkin daya tahan ekonomi Filipina diam2 lebih kuat dari kita... (cadangan devisanya memang lebih tinggi dari Indonesia...)
Atau pembuat kebijakan disana lebih "level headed" nggak buru2 kasi label sistemik (bahkan untuk bank kecil), nggak takut ada bank run, nggak takut sistem keuangan "melting down"....? (kayaknya gitu..mereka lebih kompeten kali yaaa...)


Sri (dah terlanjur...yang penting selamat...maksudnya "Selamat taun baru, everyone!")


http://www.republika.co.id/koran/0/99704/Analisis_Sistemis_Meragukan
http://otomotif.kompas.com/read/xml/2008/10/31/09582118/negara.berkembang.di.ambang.krisis.nilai.tukar
http://www.cnbc.com/id/32558173
http://www.nytimes.com/2008/10/09/business/worldbusiness/09iht-icebank.4.16827672.html?_r=1
http://www.telegraph.co.uk/finance/financetopics/financialcrisis/3174217/Financial-crisis-Countries-at-risk-of-bankruptcy-from-Pakistan-to-Baltics.html
http://www.nytimes.com/2008/10/24/business/worldbusiness/24won.html
http://www.newsweek.com/id/165771
http://www.nytimes.com/2008/09/25/business/worldbusiness/25emerging.html?_r=1&pagewanted=all
http://english.caijing.com.cn/2008-09-25/110015906.html
http://www.usatoday.com/money/world/2008-09-25-run-on-honk-kong-bank_N.htm
http://assets.opencrs.com/rpts/RS22988_20081120.pdf

http://www.pajak.go.id/index.php?view=article&catid=91%3Aberita&id=8026%3Acadangan-devisa-anjlok-tapi-belum-mengkhawatirkan-kamis-06-november-2008&format=pdf&option=com_content&Itemid=50
http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2008/09/05/brk,20080905-133879,id.html

Bank closure in Philippines
http://financemanila.net/2008/12/rural-bank-run-10-banks-close-in-a-week/
http://www.asianewsnet.net/news.php?id=3371&sec=2
http://www.reuters.com/article/idUSMAN9514720081021





































Wednesday, December 16, 2009

"Finacial safety net": dimana titik lemahnya?


Sirkus...siapa yang belum pernah nonton (live atau melalui televisi-karena sekarang sudah semakin jarang ada pertunjukan sirkus)... Gajah, singa, kuda, dan anjing-anjing yang dilatih untuk melakukan trik yang menghibur penonton. Ada lagi permainan akrobat; pemain sirkus jungkir balik dan melipat-lipat badan seperti atlet senam ritmik. Kalau nonton sirkus, yang selalu saya tunggu adalah atraksi trapeze artist yang berayun-ayun jungkir balik di udara, pindah dari satu ayunan ke ayunan yang lain. Biasanya ada juga badut ikut berayun-ayun lalu "pura2" jatuh ke jaring pengaman yang dipasang dibawah ayunan.
http://www.webstart.com/jed/house/jpg-images/circus-trapeze.jpg



Sistem keuangan, walaupun bukan pertunjukan sirkus, juga butuh jaring pengaman. "Financial safety net" (FSN), ada yang bilang, dipasang untuk mengamankan bankir (dianalogikan sebagai trapeze artist) sehingga mereka bisa melakukan "do-able trick" (beresiko, tapi bisa dilakukan). Kenapa bankir tidak dilarang saja sekalian ambil resiko? Karena kalau mereka sama sekali tidak boleh ambil resiko, ya tidak ada bisnis. Mengelola bank, sama halnya dengan mengelola bisnis lain, pada dasarnya mengelola resiko. Bankir, seperti juga pelaku bisnis non-keuangan, ada yang lebih piawai mengelola resiko dari bankir yang lain. FSN dipasang oleh otoritas keuangan suatu negara untuk mencegah "trapeze artist" dari kecelakaan fatal seandainya mereka jatuh dari ayunan (misalnya bisnis tidak berjalan seperti yang diharapkan). Akan tetapi tujuan utama pemasangan jaring pengaman adalah supaya penonton (deposan di bank yang bersangkutan, dan pembayar pajak pada umumnya) tidak mengalami trauma melihat "kecelakaan" trapeze artist (perbankan). Maksudnya, FSN ada supaya masyarakat tetap percaya pada sistem keuangan suatu negara.

Ada dua hal yang selalu disebut-sebut dalam dongeng2 FSN : "asuransi deposito" dan "lender of the last resort" (LOLR). Sebenarnya ada satu komponen lagi, yaitu "lembaga pengawasan/pemeriksaan bank". Hanya saja, yang terakhir ini tidak terlalu sering diceritakan sebagai bagian komponen FSN. Biasanya orang membicarakan FSN dalam kaitannya dengan "moral hazard" yang mungkin timbul dari pihak bank. Dari ketiga komponen FSN, lembaga asuransi deposito paling banyak didongengkan karena rawan dieksploitasi bankir. Karena tau kewajiban bank akan ditanggung lembaga asuransi, bankir bisa saja mengambil resiko bisnis berlebihan. Semakin tinggi resiko, semakin besar profit yang didapat kalau investasi itu menghasilkan. Kalau investasi itu sesuai seperti yang diharapkan, hasilnya akan dinikmati bankir dan pemilik bank. Sebaliknya kalau investasi beresiko tinggi itu rugi (dan kerugian biasanya besar), kerugian bisa mengakibatkan bank jadi insolven, dilikuidasi, dan kewajiban bank ditanggung oleh lembaga asuransi. Bankir dan pemegang saham hanya akan kehilangan investasi mereka di bank. Banyak yang bilang, bankir itu (dalam berhadapan dengan lembaga asuransi deposito) seperti melemparkan koin: "tampak gambar aku menang, tampak angka anda yang kalah". Dari sisi penabung, keberadaan lembaga asuransi deposito membuat mereka tidak lagi cerewet memonitor bank. Itu sebabnya, banyak yang bilang, lembaga asuransi deposito akan memperlemah "market discipline".
Sebetulnya banyak dongeng asuransi deposito yang menyimpulkan, keberadaan lembaga asuransi deposito tidak ada hubungannya dengan kestabilan sistem perbankan (studi itu dilakukan dengan sampel 61 negara atau lebih). Semakin besar nilai jaminan asuransi deposito, malah membuat kemungkinan krisis keuangan juga semakin tinggi. Jadi, alih-alih menghindari krisis, keberadaan asuransi deposito malah bisa membuat krisis keuangan lebih sering terjadi, terutama kalau desain skema asuransi tidak tepat.

Lho kalau efek negatifnya ada, mengapa lembaga keuangan internasional semacam IMF minta supaya ada asuransi deposito? Ya..karena keberadaan lembaga asuransi itu bermanfaat dari sisi sosial dan politik. Orang tidak perlu ngamuk dan bawa2 parang menyerbu bank atau menyerbu otoritas keuangan kalau regulator merasa perlu melikuidasi bank yang jelek. Temuan penelitian mengenai efek negatif asuransi deposito tentu tidak membuat LPS harus dibubarkan. Yang harus dilakukan adalah mempelajari prasyarat/kondisi dimana asuransi deposito bisa bermanfaat secara optimal dan meminimalkan efek negatif yang mungkin timbul.


Dongeng asuransi deposito, setau saya, biasanya menyimpulkan "kualitas institusional" berpengaruh untuk menanggulangi efek negatif asuransi deposito. Apa itu "kualitas institusional"? Penjelasannya agak banyak, ya: sebenarnya yang mau diobservasi sama pendongeng asuransi deposito itu "kualitas pengawasan bank". Kalau pengawasan bank bagus, efek negatif asuransi deposito bisa dikurangi. Masuk akal kan? Tapi ukuran "kualitas pengawasan" tidak ada; atau kalau toh ada (sebenarnya sudah dibikin sama IMF/World Bank dan BIS), data yang tersedia tidak seimbang dengan data kuantitatif lain. (Kualitas pengawasan bank biasanya "diukur" dengan cara observasi. Ada tim yang datang ke otoritas keuangan, lalu tanya2 dan main2 angka; setelah itu kasi presentasi dan saran2). Makanya, yang dipakai sebagai wakil untuk "kualitas pengawasan bank" adalah "kualitas institusional". Alasannya, pengawasan bank yang berkualitas biasanya ada di kondisi / lingkungan dimana "kualitas institusional" juga baik. Nah, yang biasanya disebut "kualitas institusional" adalah: penegakan hukum, kualitas birokrasi, indeks korupsi; adalagi yang menambahkan: kebebasan pers, kualitas laporan akuntansi. (Pokoknya hal2 yang kayaknya masih musti di- improved di Indonesia)


Komponen kedua FSN yang juga rentan "moral hazard" adalah "lender of the last resort" (LOLR). Fungsi ini biasanya dijalankan oleh bank sentral yang juga otoritas moneter. Kalau ada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer (tapi masih solven), bank bisa pinjam uang ke bank sentral. Pinjaman biasanya diberikan dengan syarat bank menyerahkan jaminan dan dikenai suku bunga. Walaupun tidak serawan lembaga asuransi deposito, fungsi LOLR bisa juga dieksploitasi oleh bankir. Karena tau akan "dibantu" dengan fasilitas LOLR, bank akan cenderung mengambil resiko berlebihan terutama dalam kaitannya dengan likuiditas. Belum lagi kalau syarat untuk mendapatkan fasilitas LOLR mengakibatkan bank yang jelek juga bisa dapat pinjaman (= sudah "salah" dari sononya).

Ada dongeng bagaimana S&L Amerika antara tahun 1985-1991 "membobol" fasilitas LOLR Federal Reserve. Pada masa itu, 90% S&L yang minta fasilitas pinjaman darurat the Fed ternyata S&L yang tidak berapa lama kemudian bangkrut (= sebenarnya sudah insolven). Selain itu LOLR ternyata diberikan pada bank dengan rating CAMEL 5 (=terjelek). Kenapa bisa begitu? Karena antara tahun 1980an-1990an lembaga pengawas S&L Amerika enggan melikuidasi S&L yang insolven (dongengan mengenai S&L ada di http://grundelanbankcentury.blogspot.com/2009/11/resep-membuat-krisis-perbankan-yang.html).
S&L dengan nilai terjelek tapi dapat bantuan dari the Fed, bisa bertahan sampai sekitar 12 bulan. Tapi begitu dinyatakan bangkrut, kerugian yang harus ditanggung lembaga asuransi (Federal Savings and Loan Corporation, FSLIC) jadi lebih besar dibandingkan kalau S&L jelek segera ditutup. The Fed-nya sih nggak rugi pinjamkan uang ke S&L yang jelek karena pegang jaminan berupa aset berkualitas. Tapi "kebijakan yang keliru" membuat organisasi lain (dalam hal ini FSLIC) keluar uang lebih banyak.

Abuse atau penyalahgunaan juga bisa datang dari dalam bank sentral sendiri. Coba kita ingat2 kejadian sepuluh tahun silam. Waktu itu industri perbankan di Indonesia benar2 collapsed. Ingat 'kan? Lalu ada tim IMF datang ke Jakarta. Nah, ini ada dongeng dari orang-orang yang kebetulan ikut mendampingi tim IMF itu. Namanya Charles Enoch (dan tiga orang kawannya). Dia bilang, dalam kondisi kacau (kurs berfluktuasi, skema asuransi deposito tidak ada tapi sudah nutup 16 bank, situasi sosial politik tidak menentu) BI tampaknya tidak punya kendali terhadap pelaksanaan LOLR. Berikut ini kutipannya: "...The main criticism of BI's lender-of-last-resort practices relates to the lack of control over such lending, for example, whether the lending matched a commensurate loss of deposits. While BI did undertake such matching in the latter part of the crisis—in particular in May 1998 when BCA was subject to protracted withdrawals—there seems to have been less control during some of the earlier periods. This has led to investigations into the operation in LOLR facility and the suspicion that BI staff may have colluded in its abuse." (Indonesia: Anatomy of the banking crisis - two years of living dangerously 1997-1999, halaman 49).


Mengubah syarat fasilitas LOLR jadi lebih ringan= tindak kriminal??

Jawabnya bisa ya, bisa tidak; tergantung latar belakang perubahannya (apakah bisa dipertanggungjawabkan secara profesional? kebenaran data atau analisa? apakah ada indikasi pemberian privilege pada bank tertentu?). Menawar-nawarkan fasilitas LOLR kepada bank yang tidak butuh, tentu saja mengundang tanda tanya besar. Yang jelas, sewaktu krisis keuangan global 2007-2008 otoritas keuangan di banyak negara secara umum merespon dengan cara (1) meningkatkan coverage asuransi deposito (2) melonggarkan persyaratan pemberian pinjaman (intinya, uang dipompa lebih banyak ke industri keuangan karena banyak bank butuh likuiditas). European Central Bank dan Bank of England, misalnya, memperluas jenis jaminan yang bisa diberikan bank yang mau pinjam uang. Federal Reserve di Amerika, malah memberlakukan "aturan sapu jagad" nomor 13-3: aturan darurat ini memungkinkan bank sentral memberikan pinjaman kepada institusi non-bank. Kutipannya: "...in unusual and exigent circumstances," a Reserve bank to advance credit to individuals, partnerships and corporations that are not depository institutions..." (Sekarang, konon, aturan 13-3 ini akan diubah. The Fed tidak lagi bebas memberikan pinjaman "nyaris tanpa batas", tapi ada plafonnya. Usulan perubahan ini sudah disepakati oleh Kongres walaupun belum dilegislasi).

Kalau mengubah syarat fasilitas pinjaman dari bank sentral (jadi lebih ringan) sama dengan tindak pidana, saat ini gubernur2 bank sentral di seluruh dunia (macam Mervyn King di Inggris, Bernanke di Amerika, Jean-Claude Trichet di Eropa) sudah diseret ke pengadilan. (Khususnya Bernanke, mungkin sudah dihukum dengan cara di-waterboarding "live" di lapangan the Washington Monument karena nilai bailout Amerika mencapai USD 11.6 Trilyun - itu duit semua; nggak ada yang sandal atau bakiak)
Selain validitas alasan (untuk mengubah syarat mendapatkan pinjaman dari bank sentral), yang harus diperhatikan adalah "dasar hukum". Maksudnya, jangan sampai maunya menyelamatkan sistem keuangan, tapi malah melanggar undang-undang. Misalnya, nilai bailout pemerintah Amerika yang besar itu...apa publik Amerika (dalam hal ini Kongres) bisa terima gitu saja? Tentu tidak; dan ini bukan berarti mereka lupa saat itu (2007-2008) masa2 krisis keuangan. Pada umumnya, publik Amerika tidak terima dengan cara perusahaan penerima bailout menggunakan uang bailout. Selain tu, the Fed ternyata tidak selalu terbuka kalau ditanya, uang bailout dikirim ke siapa atau perusahaan apa. Alasannya, kalau sampai dibuka, pihak perusahaan Amerika (yang menerima bailout) akan dianggap melanggar kontrak dengan "counterparty" mereka. Mungkin itu sebabnya fungsi LOLR Amerika diusulkan untuk diberi plafon.

Patuh undang-undang = jaminan tidak kena marah wakil rakyat?? Ada cerita menarik dari Inggris mengenai kepatuhan pada undang-undang dalam kaitannya dengan fasilitas LOLR. Tanggal 13 September 2007, Northern Rock diberitakan dapat fasilitas diskonto dari Bank of England. Hari berikutnya nasabah tarik dana rame2 diseluruh cabang Northern Rock. Selama dua-tiga hari upaya penyelamatan Northern Rock terus dilakukan. Sementara orang terus antri, ada bank (salah satunya Lloyds TSB) yang bersedia take over Northern Rock asal dapat bantuan 30 milyar Poundsterling dari bank sentral. Mervyn King, gubernur Bank of England, bersikeras tidak mau memberikan fasilitas pinjaman kepada Lloyds TSB. Negosiasi batal, dan Bank of England terus memompa likuiditas ke Northern Rock (konon, Northern Rock sampai bikin pers release bahwa Bank of England memberikan pinjaman darurat tanpa batas!). Akhirnya ada pengumuman dari Treasury, bahwa pemerintah Inggris akan menjamin seluruh simpanan nasabah Northern Rock. Antrian nasabah menghilang. (Dihitung-hitung, Bank of England sudah mengeluarkan 27 milyar Poundsterling untuk Northern Rock plus 8 milyar Poundsterling lagi tahun 2009 untuk restrukturisasi)

Pada saat kebijakan Mervyn King dievaluasi, anggota Parlemen Inggris marah2. Intinya mereka bilang gini: kok bisa Northern Rock di-handle seperti itu? Anda ini cuma bikin chaos saja dengan memberikan fasilitas diskonto secara terbuka (=tidak "coverted" atau dilakukan diam-diam); coba lihat akibatnya, coba lihat yang antri; bikin malu (orang Inggris tidak pernah lihat depositor run macam depositor Northern Rock); coba lihat bank-bank lain ikut ketakutan karena media Inggris terus "cari-cari" (mana lagi bank yang mirip Northern Rock). Lalu lihat ini...ada beberapa bank mau take over Northern Rock, tapi malah ditolak. Bagaimana kerjamu ini...are you on the job?

Agak beda dengan reaksi pejabat otoritas keuangan Indonesia, Mervyn King terus tutup mulut menghadapi kritik "salah urus Northern Rock". Baru bicara setelah dipanggil Parlemen: Bank of England sudah tau Northern Rock kesulitan likuiditas sejak Agustus 2007; kami pengennya sih diatasi sendiri oleh sesama bank (di-take over); tapi bidder pada minta bank sentral juga taruh uang di Northern Rock...Undang-undang "take over" tidak memungkinkan skema semacam itu. (Yang berminat sama Northern Rock konon ada 12 bank). Ya akhirnya Northern Rock musti dikasi pinjaman darurat yang memicu rush bulan September. Mau dilikuidasi juga susah. Undang-undang kepailitan (Bankruptcy code) mensyaratkan, semua deposito/simpanan bank yang dilikuidasi harus dibekukan. Undang-undang penjaminan simpanan hanya menjamin simpanan 90% dari 31700 poundsterling pertama. Selain itu, ini yang paling penting, undang-undang perbankan Uni Eropa tidak memungkinkan Bank of England melakukan fungsi LOLR in secret (kasi pinjaman ke bank "anonym"). Lha saya si pengen gak ada yang tau Northern Rock minta uang ke Bank of England; pengen supaya masalah Northern Rock bisa diselesaikan tanpa rame-rame..tapi apa daya....

Walaupun marah2 akhirnya bulan Januari 2008 Parlemen bikin persetujuan: ya sudahlah besok2 lagi, kalau dirasa perlu, Bank of England boleh melakukan penyelamatan sistem keuangan "in secret" (bahasa sono "covert action").
Tahun 2008 berlalu tanpa ada berita mencolok kecuali imbas bangkrutnya Lehman Brothers ke London, dan pasar uang yang tiba2 "menghilang". Tiba-tiba diakhir tahun 2009, Mervyn King bikin statemen di depan Parlemen. Bapak, Ibu anggota Parlemen, sebetulnya setahun lalu (2008) ada dua bank yang nyaris bangkrut (Royal Bank of Scotland dan HBOS). Bank of England sudah kasi pinjaman darurat total 61.6 milyar Poundsterling pada keduanya. HBOS juga akhirnya di-take over oleh...Lloyds TSB. Merv juga mengumumkan, pinjaman sudah dilunasi, termasuk dengan bunganya.
Coba tebak apa reaksi Parlemen? Apa Mervyn King dipuji Parlemen (ooo....good job.... good boy...kasi pinjaman rahasia yaaa...)?? Jelas tidak.. Gubernur bank sentral ini malah kena marah lagi: kenapa kami (Parlemen) tidak dikasi tauuuuuuuuu?? Apalagi yang anda sembunyikannn?? (Lha dulu katanya nggak boleh ribut2; mendingan diem2 dan dah dikasi ijin; sekarang giliran diem2 eeeeee...dimarah juga...). Nampaknya, di Inggris, ikuti kemauan Parlemen (yang juga bikin undang-undang) masih bisa disalah-salahkan!!

(Sebelum lanjut ndongeng: bailout Northern Rock, menurut saya, tidak sama dengan bailout Century. Mungkin yang bilang "kan sama2 bank kecil" tidak tau bahwa keputusan bailout Northern Rock diambil karena opsi lain yang tidak melanggar undang2 sudah tidak ada lagi. Selain itu, Northern Rock bukan bank insolven waktu di-rush nasabah; walaupun bank ini bukan bank bagus juga... Cerita lebih komplit bisa follow up artikel2 yang ada di referensi)

"Weakest link" FSN ada dimana?
Koordinasi yang erat antara lembaga pengawas, asuransi deposito dan bank sentral adalah "potensi masalah" yang bisa menghambat efektifitas FSN. Sayangnya, walaupun di atas kertas ketiga komponen FSN itu harus bekerja sama dengan erat, dalam praktek, kepentingan ketiga institusi tidak selalu sejalan. (Ini belum memperhitungkan kebiasaan, mentalitas, sikap egocentris. Orang lebih mementingkan organisasinya daripada organisasi orang lain walaupun organisasi lain itu mitra/kolega penting. Pokoknya gimana caranya organisasi saya tidak disalahkan; biar aja organisasi lain yang "kena").
Pemimpin atau pejabat lembaga pengawasan bank biasanya enggan menutup bank bermasalah karena tidak ingin terlalu banyak bank gagal dalam masa jabatannya. Ini berkaitan dengan "pencitraan": terlalu banyak melikuidasi bank atau mengakui banyak bank gagal bisa bikin orang bertanya-tanya, "apa saja kerja pengawas/pemeriksa?". Kalau lembaga pengawas memberlakukan "forbearance policy" (pemberian keringanan terus menerus pada bank) bank sentral bisa "salah" dalam menjalankan fungsi LOLR. Bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan minta fasilitas discount window bisa2 sebenarnya bank yang hampir bangkrut (insolven). Sehingga bank sentral terus memompa uang ke bank yang seharusnya tidak layak lagi dibantu.
Konflik kepentingan juga bisa timbul dalam hal jaminan yang diminta bank sentral. Kalau bank kasi jaminan (berupa asetnya yang bernilai bagus) artinya amunisi bank untuk mengatasi likuiditas di pasar berkurang (sebagian sudah dijaminkan ke bank sentral). Persyaratan bank sentral (yang tidak paham seriusnya permasalahan) mengenai jaminan yang terlalu ketat, malah bisa mempercepat bank ilikuid masuk ke fase insolvensi (contohnya Northern Rock itu).
Ketika bank sudah dinyatakan insolven, lembaga asuransi deposito mulai berperan; entah untuk melakukan deposit payout atau untuk melakukan "bank resolution". Biasanya pada tahap ini baru ketahuan seberapa parah kerusakan di bank yang diurus lembaga asuransi deposito, dan seberapa kuat "safety net" suatu sistem keuangan. Jaring pengaman bisa jebol kalau yang jatuh bank yang overweight masalahnya (bukan hanya "too big to fail" tapi juga "too complicated to fail").

Walaupun tidak banyak disebut2, penentu kekuatan "financial safety net" adalah kualitas pengawasan bank. Untuk Indonesia, menurut saya, FSN "paling possible" di-abuse lewat lembaga ini (jangan bilang-bilang ya.) Ini pintu pertama yang musti dibongkar kalau mau mengeksploitasi FSN. (Silahkan berimajinasi sendiri bagaimana caranya. Bisa sukses, bisa tidak). Lembaga pengawas bank, apalagi kalau pengawasan dimonopoli oleh satu institusi, adalah lembaga yang paling tau kondisi keuangan bank. Selain itu, siapa atau mekanisme apa yang bisa membuat pihak luar bikin kontrol terhadap kerja mereka?Konon, salah satu kelemahan lembaga pengawas tunggal adalah "excessive power"; kurang responsif dan kurang inovatif mengikuti perkembangan industri perbankan karena tidak ada kompetitor. Punya beberapa lembaga pengawas bisa meminimalkan kelemahan itu, tapi ada kelemahan lain yang muncul : bank bisa pilih2 lembaga yang kasi peraturan lebih ringan (= "competition for laxity"), terfragmentasi, tidak ekonomis dari sisi anggaran negara. Konon, "competition for laxity" bikin bank cenderung punya rasio modal lebih rendah, punya resiko likuiditas lebih tinggi. Lepas dari kelemahan yang timbul kalau ada beberapa lembaga pengawas, dari sisi "stabilitas perbankan", katanya, akan lebih bagus apabila LPS bisa ikut mengawasi, memeriksa sekaligus mencabut ijin operasi bank (seperti FDIC di Amerika). Kalau LPS punya kewenangan yang lebih besar, status "insolven" mungkin malah bisa lebih cepat diberikan. Lembaga ini pasti tidak ingin bank bermasalah dibiarkan beroperasi terlalu lama karena biaya penyelesaian bank bermasalah akan membengkak.
Sebetulnya kalau mau jujur bercermin untuk lihat kualitas lembaga pengawas sektor keuangan Indonesia itu bagaimana, otoritas keuangan bisa minta assessment ke IMF/World Bank lewat program FSAP (Financial Sector Assessment Program). Intinya melalui program ini, praktek pengawasan industri keuangan dibandingkan dengan standar internasional ("good practice") yang terangkum dalam ROSCs (Reports on Observance of Standards and Codes). Tapi sejak FSAP dimulai 10 tahun lalu, Indonesia belum pernah minta di-assess menyeluruh (ada assessment parsial: corporate governance, accounting-auditing dan data dissemination-fiscal transparency). Kabar terakhir, katanya bulan September 2009 ini ada FSAP assessment untuk Indonesia, bersama-sama dengan Cina dan Amerika. Cuma tidak terlalu jelas, assessment mengenai apa, menyeluruh atau parsial (Moga2 saja, kalau yang dinilai praktek pengawasan bank dan hasilnya tidak bagus, tidak akan ada tuduhan "IMF/World Bank balas dendam"...buruk muka cermin dibelah....)
http://www.sanfranciscosentinel.com/wp-content/uploads/2009/04/safety-net-1.jpg


Bagaimana dengan Century dan "financial safety net" kita??

Kalau dilihat dari apa yang dilakukan bank-bank sentral dibanyak negara antara 2007-2008, keputusan BI meringankan syarat bank untuk mendapatkan bantuan dari bank sentral bukan keputusan yang istimewa. Bahwa yang memanfaatkan hanya (?) bank Century (bank jelek dengan segala atribut negatifnya) ini yang mengundang curiga. Apalagi kalau benar yang ditulis Imam Sugema (Kompas 17 Desember 2009, hal. 6) : bank Century pada awal bulan November mengalami kesulitan likuiditas bukan karena rush nasabah, tapi karena aktiva produktif yang macet dan penarikan dana dari pihak terkait. Rush nasabah baru terjadi justru setelah fasilitas dari BI dikucurkan.
Waktu itu likuiditas ketat, bank-bank juga khawatir (mungkin seperti situasi November 2007 di Inggris), siapa yang lupa? Tapi kondisi krisis bukan justifikasi untuk nabrak peraturan atau bahkan by-pass undang-undang. Fungsi pengawasan entah kenapa terus melakukan forbearance terhadap Century; fungsi LOLR bisa "diakali" sehingga Century yang sebetulnya insolven masih bisa dapat fasilitas (Bank Century sebenarnya kan sudah insolven dari dulu, tapi "dibantu" sehingga nampak solven. Seandainya downgrade surat berharga dilakukan saat LOLR akan dieksekusi, Century besar kemungkinan tidak akan bisa dapat pinjaman. Sayang downgrade baru dilakukan malah saat mau dapat uang dari LPS).
Ada lagi masalah mengenai Komite Koordinasi (KK) yang belum pernah dibentuk dengan Undang-undang**: kenapa "berani" bikin by-pass?? Mungkin itu sebabnya artikel di Gatra beberapa waktu lalu menyebut, penyelamatan Century dari awal punya kendala hukum. Otoritas keuangan pingin menyelamatkan sistem keuangan (dengan menyelamatkan Century), tapi perangkat hukum tidak lengkap (pengalihan bank gagal ke LPS hanya bisa melalui KK yang belum dibentuk dengan undang-undang).

Seandainya pejabat2 otoritas keuangan yang bikin keputusan punya prinsip kayak Mervyn King...apa kira2 yang akan terjadi? Ah, kalau bener2 berprinsip kayak Mervyn King, Century ini dah gak ada lagi critanya...tapi mari berandai2: Century dilikuidasi; industri perbankan mungkin akan chaos; depositor mungkin akan tarik tabungan; mereka yang punya uang diatas Rp 2 milyar mungkin menerbangkan uangnya ke Singapore... (pendeknya Armageddon scenario lah). Ada satu hal yang missing disitu: peran presiden ad interim (Wapres). Saya heran, kenapa beliau tidak dilibatkan secara ketat dari awal2 rapat di jam yang tidak biasa itu (apa karena tidak sepakat dengan MenKeu dan Gubernur BI??). Kalau toh sistem keuangan Indonesia "melting down", dihari likuidasi diberitakan bank-bank lain ikut rontok; pokoknya kayak di Indonesia ni dah tidak ada lagi pejabat senior yang bisa ngomong ke publik, apa presiden ad interim tidak bisa segera bikin Perpu untuk bentuk KK?? (= cari solusi supaya "deadlock" masalah landasan hukum KK bisa diatasi).
Kalau KK sudah terbentuk "darurat", kan bisa segera handle bank-bank yang sempoyongan karena Century dilikuidasi (inipun musti dibikin analisa counterfactualnya..apa bener bakal kejadian kayak gitu waktu itu??)...lalu serahkan ke LPS (mau di PMS kek, mau di alihkan ke bank yang lebih kuat kek, mau bikin bad bank-good bank kek...).
Seandainya langkah ini diambil (membiarkan Century mati tapi lalu disusul perpu KK untuk mengalihkan secara legal bank2 yang klenger ke LPS), apa Menkeu dan Gubernur BI tidak akan disalahkan (karena sempat bikin kalut industri perbankan)? Sama seperti Mervyn King, mereka pasti akan disalahkan juga; damned if you do, damned if you don't. Jadi pejabat keuangan di masa krisis itu seperti "unsung hero"....gak bakalan ada yang muji...adanya salah melulu.... Tapi setidaknya, dari sisi hukum, gak ada (atau paling tidak "berkurang") yang ditabrak atau di-by pass.
Newcastle di Inggris jaraknya ribuan kilometer dari Jakarta. Apa yang terjadi dengan Northern Rock di Newcastle dan cara Bank of England menghandle nya ditahun 2007, jelas bukan cara yang sempurna. Tapi satu hal yang bisa diteladani oleh pejabat2 di Jakarta: pejabat2 keuangan di Inggris takut sekali nabrak peraturan: lebih baik dimarahi karena patuh undang-undang (walaupun memang akan jauh lebih baik kalau tidak dimarahi walau tidak patuh undang-undang!).

Pantaskah 6.7 Trilyun untuk Century? Saya kasi conto bailout di Amerika yang konon sudah senilai USD 11.6 Trilyun; bailout di Inggris harganya sudah 850 milyar Poundsterling. Pantaskah uang segitu "dibelanjakan" pemerintah untuk beli kembali mortgage backed securities yang bikin bank2 ambruk? Atau dipinjamkan ke bank2 yang nyaris ambruk karena investasi mereka di asset backed sercurities merugi?? Belum lagi manajemen bank2 itu malah tetap dapat bonus besar (malah ada yang ngancam akan mundur rame2 kalau tidak dapat bonus)... Pengambil keputusan di Amerika dan Inggris bilang, uang sebanyak itu dibelanjakan untuk mempertahankan atau mengembalikan stabilitas sistem keuangan (daripada....). Sejauh ini, pengambil keputusan di dua negara itu bisa membuktikan, tidak ada aturan yang dilanggar, tidak ada undang-undang yang di-by pass, meskipun organisasi yang dianggap tanggung jawab dievaluasi habis2an. Di Inggris, misalnya, evaluasi kinerja FSA segera dilakukan begitu ada insiden Northern Rock. Evaluasi yang dilakukan oleh satuan intern FSA menyimpulkan, memang telah terjadi kelalaian dalam pengawasan Northern Rock. Manajemen FSA juga dapat kritikan karena ternyata terlalu banyak "staff turnover", dan Northern Rock diawasi oleh 3 tim yang berbeda. Konsekuensinya, beberapa pejabat pengawasan diganti. (Saya tidak tau apakah BI juga melakukan hal yang sama. Yang jelas, seingat saya, saat KPK minta BPK periksa kasus Century, BPK baru dikasi ijin setelah Darmin Nasution jadi Gubernur BI menggantikan Boediono)

Kalau peraturan dan undang-undang dipatuhi (apalagi peraturan yang dibikin sendiri oleh pengawas bank), PMS dengan nilai Rp 6.7 Trilyun itu pantas atau tidak, jadi relatif. Lebih baik keluar segitu daripada.... (tapi ini kalau segala aturan dan undang-undang dipatuhi). Sayangnya, dalam kenyataan tidak begitu: bank jelek dibiarkan hidup bertahun-tahun; ada yang seharusnya macet malah diklasifikasikan lancar, dst; Komite Koordinasi itu bagaimana statusnya?; kok bisa uang bailout terus ngucur walau Perpu sudah dikembalikan DPR?? Akhirnya publik lalu bertanya: kok 6.7 trilyun?? Perbandingan "membelanjakan" 6.7 Trilyun dengan sekian trilyun yang dikhawatirkan keluar lebih banyak kalau Century tidak ditolong, menurut saya, lebih pantas dilakukan kalau Century itu bank bagus; bank yang benar2 kesulitan likuiditas dan terpaksa pinjam dari bank sentral-BI; lalu harus dialihkan ke LPS. Pererbandingannya ya bailout di Amerika dan Inggris itu....
(Sudah terlanjur...sebetulnya ada "judgment error" atau apa... kenapa maksa bikin keputusan dengan dasar hukum dan data yang-kata BPK-"seperti itu"? Padahal "data" dalam proses pengambilan keputusan, itu ibarat "mata". Kalau matanya "belekan" yang dilihat ya remang-remang nggak jelas...Satu tahun kemudian akhirnya ribut: yang anda lihat tempo hari apa???)


Menurut saya, akhirnya 6.7 Trilyun itu, lebih cocok dianggap "ongkos pembelajaran". Biaya untuk memperlihatkan kelemahan ketiga komponen FSN Indonesia: fungsi pengawasan kasi forbearance terus; fungsi LOLR terpengaruh karena dapat informasi yang tidak akurat mengenai kinerja bank; fungsi asuransi deposito hanya sebagai "kasir" (Indonesia pakai paybox plus system) yang tidak bisa apa2 untuk protect public funds. (= bukan uang pribadi pemilik bank, pengelola bank)... Ibaratnya anak sekolah, ini biaya ngulang ujian: bolak balik tidak lulus untuk kasus BLBI, kasus bank bermasalah....
Saya berharap, biaya yang mahal ini bisa jadi starting point untuk memperbaiki komponen FSN Indonesia.

**Terimakasih kepada wendierazifsoetikno ( http://www.kompasiana.com/wendierazifsoetikno) yang telah memberikan insightful note tentang kedudukan KK dan KSSK http://ekonomi.kompasiana.com/2009/10/26/lps-dan-bank-century-mimpi-menjaga-stabilitas-sistem-perbankan/


Sri (berharap tidak ada sirkus dan trapeze artists di DPR)

Dari berbagai sumber yang dapat didownload tanpa menyalahgunakan jaring pengaman:

Safety net: LOLR, Deposit Insurance, Supervision
http://www.imes.boj.or.jp/english/publication/edps/1996/96-E-22.pdf
http://fmwww.bc.edu/RePEc/es2000/1751.pdf
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.17.2583&rep=rep1&type=pdf
http://www1.worldbank.org/finance/assets/images/depins06.pdf
http://papers.ssrn.com/sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID260589_code170891.pdf?abstractid=260589&mirid=3
http://papers.ssrn.com/sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID332321_code021010500.pdf?abstractid=332321&mirid=3
http://www3.hi.is/~ajonsson/kennsla2006/Myth-lender.pdf
http://business.auburn.edu/~barthjr/papers/Bank%20safety%20and%20soundness%20FMA%20paper.pdf
http://business.auburn.edu/~barthjr/papers/Bank%20safety%20and%20soundness%20FMA%20paper.pdf
https://www.gtap.agecon.purdue.edu/resources/download/801.pdf
http://www.oecd.org/dataoecd/36/48/41894959.pdf


Northern Rock:
http://economix.u-paris10.fr/pdf/profs/Mayes-LESSONS-FROM-THE-NORTHERN-ROCK-EPISOD.pdf
http://papers.ssrn.com/sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID332321_code021010500.pdf?abstractid=332321&rulid=10059241&mirid=4
http://papers.ssrn.com/sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID686162_code355533.pdf?abstractid=557231&rulid=10059228&mirid=4
http://papers.ssrn.com/sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID260589_code170891.pdf?abstractid=260589&mirid=3
http://papers.ssrn.com/sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID1392686_code1252629.pdf?abstractid=1392686&mirid=2


Indonesia LOLR 97-99
http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2001/wp0152.pdf


Federal Reserve LOLR Section 13 paragraph 3: http://www.minneapolisfed.org/publications_papers/pub_display.cfm?id=3392

Bank of England, LOLR, Northern Rock, angry Law Makers
http://news.bbc.co.uk/2/hi/8394393.stm
http://www.forbes.com/feeds/afx/2008/01/30/afx4593294.html
http://www.nytimes.com/2009/11/26/business/global/26bailout.html
http://www.guardian.co.uk/business/2009/mar/20/northern-rock-loans-bailout
http://business.timesonline.co.uk/tol/business/industry_sectors/banking_and_finance/article2449595.ece http://business.timesonline.co.uk/tol/business/industry_sectors/banking_and_finance/article2602453.ece http://business.timesonline.co.uk/tol/business/industry_sectors/banking_and_finance/article2459583.ece http://www.time.com/time/business/article/0,8599,1664600,00.html
http://www.ft.com/cms/s/0/e3543498-d9fa-11de-b2d5-00144feabdc0.html
http://www.walesonline.co.uk/business-in-wales/business-news/2009/11/25/last-resort-loan-saved-banks-from-collapsing-91466-25245236/
http://www.marketwatch.com/story/three-way-policy-split-not-a-surpise-boes-king-2009-11-24
http://www.guardian.co.uk/business/2009/nov/24/rbs-hbos-treasury-select-committee
http://financialadvice.co.uk/news/5/investments/12878/Shareholders-vent-fury-at-Lloyd-Bank.html
http://www.independent.co.uk/opinion/commentators/hamish-mcrae/hamish-mcrae-northern-rock-has-been-appallingly-badly-handled--but-good-may-yet-come-out-of-it-464429.html
http://www.mortgageintroducer.com/mortgages/236228/5/Industry_in_depth/Northern_Rock_splits_in_January.htm http://online.wsj.com/article/SB10001424052748704007804574575161605662256.html
http://www.financialexpress.com/news/Bigger-than-you-thought/548665/
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7004001.stm
http://news.bbc.co.uk/2/hi/programmes/bbc_parliament/7004134.stm
http://uk.reuters.com/article/idUKNOA03409820070924?pageNumber=1
http://www.marketwatch.com/story/uk-parliament-rips-fsa-for-northern-rock-debacle
http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601102&sid=aqCfvG4Oalfw&refer=uk
http://business.timesonline.co.uk/tol/business/industry_sectors/banking_and_finance/article2625471.ece http://www.telegraph.co.uk/news/uknews/1569779/MPs-press-Alistair-Darling-on-Northern-Rock.html
http://www.telegraph.co.uk/finance/newsbysector/banksandfinance/2786837/FSA-marshals-staff-to-supervise-banks.html
http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601068&sid=aRoYQHEsR8.I&refer=economy
http://www.telegraph.co.uk/finance/newsbysector/banksandfinance/2783345/Darlings-bid-to-empower-FSA-rejected.html
http://www.telegraph.co.uk/finance/markets/2790840/Lord-Turners-task-to-prove-the-FSA-isnt-asleep-at-the-wheel.html

Bailouts monies in the US, UK, Europe
http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601103&sid=aJwZIBMSGsek
http://www.reuters.com/assets/print?aid=USN1112606620091211
http://www.google.com/hostednews/afp/article/ALeqM5i2kLutVab8R6T3ffXKD6QqDOlupg
http://www.ecb.int/press/key/date/2009/html/sp090427.en.html



Sunday, December 13, 2009

Krisis atau "krisis"? (Look who's talking)


Kira-kira satu atau dua minggu belakangan ini Kompas cetak banyak memuat ulasan pengamat ekonomi mengenai bailout bank Century. Ada yang berimbang: memaparkan kondisi ekonomi global 2008 tapi tidak melupakan fakta bank Century itu bank yang sarat masalah; juga menyebut masalah "resiko/dampak sistemik" (tulisan A Prasetyantoko, Kompas 14 Desember 2009, hal 6). Ada juga yang sengaja lupa kalau bank Century itu bank bermasalah, dan tidak menyinggung "dampak sistemik" yang jadi pemicu bank Century diselamatkan. Misalnya tulisan A Tony Prasetiantono, di Kompas pada hari yang sama, mengedepankan hitungan2 untung rugi antara ditutup dan dibailout. (Seingat saya, beliau ini sering sekali bikin tulisan mengenai bailout Century, tapi isinya nyaris sama, misalnya di Kompas 2 Desember 2009 hal 6). Ada lagi yang netral (menurut saya nyaris tidak jelas) seperti tulisan Krisna Wijaya (Kompas 2 Desember 2009, hal 21). Analis Danareksa, Purbaya Yudhi Sadewa, sejak bailout diributkan seingat saya sudah dua kali bikin tulisan di Kompas mengenai "banking pressure index" semester kedua 2008 yang tingginya hampir sama saat krismon sepuluh tahun lalu. Tulisannya yang terakhir di Kompas 7 Dsember 2009 hal 21. Intinya menurut beliau, kebijakan pemerintah tepat (kebijakan yang mana? yang membailout Century atau menurunkan BI rate tahun 2008? atau semua?).

Ada lagi pernyataan dari Aviliani, juga pengamat ekonomi/perbankan, yang bilang kalau Century ditutup akan berdampak sistemik; walaupun dalam kesempatan berbeda, beliau ini bilang "dampak sistemik (atau mungkin resiko sistemik-maksudnya?) itu susah diukur" (lha kalo susah diukur, gimana bisa bilang tidak dibailout akan berdampak sistemik??). Ekonom Mirza Adityaswara juga menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia 2008 itu kritis, dan bailout adalah kebijakan yang tepat. Beliau ini seingat saya sering mengkaitkan bailout Century dengan bangkrutnya Lehman Brothers.
Yang beda haluan tentu saja ada: Drajad Wibowo (dari awal "menghajar" keputusan bailout Century), Imam Sugema (sistemik apa?? tanyanya waktu ditanya apakah Century beresiko sistemik). Kwik Kian Gie juga di kubu ini. Itu nama-nama yang setau saya tidak sepakat dengan bailout Century. "Kebetulan", Drajad dan Kwik dikenal tidak menyembunyikan ketidaksukaan kepada Boediono (mantan Gubernur BI waktu bailout Century).
Tulisan dan statemen yang saya sebut barusan belum termasuk tulisan2 atau pernyataan dari pengamat politik, pakar hukum, pakar filsafat, sosiolog... Apalagi sejak pansus angket terbentuk....Terima koran pagi-pagi isinya seolah Century melulu. Nampaknya, PMS (penyertaan modal sementara) LPS terhadap Century bisa juga diartikan sebagai PMS "premenstrual syndrome". Orang marah2 dan sensitif sekali ngomong Century.

Yang jelas, mengenai Century ini, menarik untuk mengamati "siapa ngomong apa". Ekonom yang pro bailout (tepatnya: mendukung bailout walaupun sambil mengabaikan fakta kinerja Century), nampaknya ekonom atau pengamat yang bekerja di atau berafiliasi dengan institusi keuangan yang dimiliki pemerintah. Ya bisa dimengerti sih. Yang ngasi gaji "under attack" masa nggak dibelain?
Tapi jadi "lucu" kalau file/dokumen tulisan mereka tahun 2008 itu dibaca lagi. Misalnya, ada yang nulis waktu itu (2008), "fundamental ekonomi Indonesia kuat" (maksudnya, jangan khawatir biar IHSG jeblok, kurs dolar berfluktuasi). Ada lagi yang nulis tahun 2008 mengenai "banking pressure index" dan berkesimpulan, "langkah pemerintah menurunkan suku bunga sudah tepat". Setahun kemudian, artikel yang sama, agak diubah endingnya "langkah membailout sudah tepat".
Lebih lucu lagi kalau mengamati atau membandingkan pernyataan pejabat / pers release dari BI. Kira2 setahun lalu yang disoroti adalah non-performing loan; likuiditas antar bank yang ketat; indeks stabilitas keuangan yang cenderung meningkat. Tapi nggak papa (itu katanya setahun lalu); don't worry, everything is under control. Ada juga pejabat yang bilang (mengenai tekanan di industri perbankan): nggak papa....bank-bank kecil malah bisa bertahan kok; yang berat malah bank-bank besar. Waktu IFI ditutup: IFI?? oooh dia sih dah bermasalah sejak 2002..makanya ditutup..ndak papa..
Setahun kemudian, ketika bailout mulai diributkan (karena fakta makin banyak yang dibuka ke publik), semua "berbalik 180 derajat": krisis waktu ituuuuuu.... Argumentasi yang dipaparkan tidak hanya IHSG, kurs, cadangan devisa, interbank rate, country risk, tapi bahkan sampai ke masalah perburuhan (upah minta naik)....Lengkap sekaleeeeeee...

Sri Mulyani, dalam wawancara dengan Tempo Interaktif, pernah bilang kira2 begini: "saat memimpin negara, dalam kondisi penuh tekanan, seorang pejabat tidak bisa mengatakan sistem perbankan akan kolaps, yang akan membuat kepercayaan masyarakat semakin tipis. Dalam situasi rapuh, pejabat akan mengatakan sistem keuangan cukup stabil. Ini bukan berarti bohong karena pejabat berkewajiban menjaga kepercayaan masyarakat. Setiap pilihan kata, sikap tubuh dan cara berkomunikasi, semua demi menjaga kepercayaan itu". Menurut saya yang dibilang Sri Mulyani tentang public officer itu benar: masak pejabat ngomong "besok pagi bank2 akan rontok semua??" kan tidak. Tapi yang jadi masalah, bagaimana kalau "ketahuan" bahwa kenyataan tidak seperti yang diomongin? Atau bagaimana kalau pejabat yang sama (dalam waktu satu tahun) bikin statemen yang bertolak belakang (benernya, kondisi yang dulu itu nggak sebaik yang saya bilang...)
Dimasa yang akan datang, bagaimana harus menyikapi pernyataan pejabat Indonesia (dalam hal ini pejabat otoritas keuangan Indonesia)? Kalau semisal mereka bilang "perbankan kita baik2 nggak usah risau"...jangan2 (karena pengalaman 2008-2009 ini) orang malah mulai panik atau setidaknya mulai curiga; akhirnya berlaku "self fullflling prophecy: yang dikhawatirkan (berusaha dihindari) malah kejadian... Bending the truth itu katanya biasa dilakukan...tapi, kalau jadi pejabat publik, apalagi otoritas keuangan, seberapa "pembengkokan fakta" yang bisa ditolerir??

Ada yang bilang, jadi pejabat publik atau politisi, beda dengan ilmuwan/scientist. Kalau pejabat publik atau politisi "nggak boleh salah, tapi boleh bohong". Sedangkan scientist itu "boleh salah, tapi nggak boleh bohong".


Sri (pokoknya jangan "sudah salah, bohong pula")


http://www.detikfinance.com/read/2008/10/28/102657/1027027/4/ekonomi-ri-2008-vs-1998
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/28/01292420/fundamental.ekonomi.masih.baik
http://www.wartaekonomi.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1706:tekanan-di-sistem-perbankan-meningkat&catid=53:aumum
http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/04/23/20/103184/bi-tekanan-ekonomi-ri-meningkat
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/opini/1id80412.html
http://www.news.id.finroll.com/ekonomi/ekonomiakeuangan/46138-____simulasi-bi--pertumbuhan-4-persen-npl-5-6-persen____.html

http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/09/28/brk,20090928-199626,id.html
http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/09/28/brk,20090928-199627,id.html

http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/09/28/brk,20090928-199628,id.html

http://bumnwatch.com/i09/puluhan-bank-terancam-dilikuidasi
http://bataviase.co.id/detailberita-9919450.html
http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/09/17/157020/ekonom-penyelamatan-century-langkah-tepat/
http://id.news.yahoo.com/viva/20091207/tbs-andai-century-tidak-diselamatkan-4791c3f.html

http://www.pkesinteraktif.com/content/view/5765/31/lang,id/
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/09/05/80777/Janggal,-Kucuran-Triliunan-buat-Bank-Sekecil-Century

http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=23689

http://epaper.republika.co.id/berita/92404/BI_Penyelamatan_Century_Sesuai_Metodologi

Monday, December 7, 2009

Bailout 1-0-1


Sekali-kali ndongeng bailout yang tidak ada hubungannya sama bank Century...

Menurut catatan sejarah, bailout industri keuangan pertama kali, dilakukan oleh Kaisar Tiberius dari kekaisaran Roma tahun 33 Masehi.
Alkisah, tahun 32 beredar rumor di Roma bahwa perusahaan Seuthes & Sons di Alexandria hampir bangkrut. Tiga kapalnya yang mengangkut rempah-rempah tenggelam di Laut Merah karena kena badai. Selain itu penjualan gading dan bulu burung onta di Etiopia juga merosot.
Tidak lama setelah rumor itu, Malchus & Co di Tyre yang juga punya cabang di Antioch dan Ephesus bangkrut karena pemogokan pekerja dari Phoenician dan ketidakberesan manajemen.
Bangkrutnya dua perusahaan ini memicu penarikan dana besar-besaran di bank Quintus Maximus & Lucius Vibo. Bank ini diketahui memberikan pinjaman dalam jumlah besar pada dua perusahaan yang bangkrut itu. Rumor negatif segera beredar di seputar Via Sacra (jalan utama di Roma waktu itu; juga merupakan semacam Wall Street abad pertama); diisukan ada lagi perusahaan keuangan besar (Pettiius Brothers) terlibat dalam transaksi keuangan yang dilakukan Quintus Maximus & Luxius Vibo. Sebetulnya Pettiius Brothers bisa melikuidasi aktiva produktifnya yang lain (surat berharga) yang banyak dibeli warga negara Belgia (waktu itu Belgia adalah bagian dari Kekaisaran Roma).



http://www.roman-empire.net/maps/empire/extent/rome-modern-day-nations.html


Tapi sayangnya, saat itu ada kerusuhan diantara warga Belgia, sehingga pemerintah membekukan sementara pemrosesan surat-surat utang mereka. Akibatnya Pettiius Brothers tidak bisa melikuidasi surat-surat berharga yang dimiliki. Karena kedua bank tidak bisa mengatasi kesulitan likuiditas yang dialami, Quintus Maximus & Luxius Vibo tutup; sore harinya Pettiius Brother ikut tutup bisnis. Tutupnya dua bank ini mengakibatkan bank-bank lain kena isu terkait dengan kredit atau investasi macet di perusahaan-perusahaan yang bangkrut (Saya tidak tau apakah regulator perbankan kekaisaran Roma waktu itu sampai harus mengadakan rapat tengah malam karena bank-bank nya mengalami kesulitan likuiditas).

Malangnya, ditengah-tengah krisis kepercayaan dan kebangkrutan seperti itu, ada peraturan dari Senat yang segera berlaku. Jadi ceritanya, beberapa waktu sebelum krisis terjadi, Senat Kekaisaran Roma memutuskan untuk mendukung pertanian Itali yang dilanda kemunduran. Dukungan Senat ini berupa peraturan yang mewajibkan setiap senator menginvestasikan 1/3 harta yang dimiliki dalam bentuk tanah. Pelanggaran akan dikenai penalti dan hukuman (peraturan itu disetujui Kaisar Tiberius). Konon, banyak senator yang baru menyadari mereka harus segera merealisasikan investasi tanah itu saat krisis terjadi. Akibatnya, banyak anggota Senat yang menarik simpanannya di bank. Disebutkan, Senator Publius Spinther menarik dana dari Balbus & Ollius 30.000.000 sesterces (konon setara dengan USD 1.350.000-kurs tahun 1989). Dua hari setelah sang Senator tarik dana, Ballbus&Ollius tutup bisnis.

Pada hari Ballbus&Ollius bangkrut, Acta Diurna (koran dinding kekaisaran Roma waktu itu) memberitakan bangkrutnya Leucippus & Sons bank besar di Corinthia. Beberapa hari kemudian ada berita bank besar di Carthage juga bangkrut. Karena banyak bank bangkrut, bank-bank yang masih bisa bertahan di Via Sacra akhirnya memberlakukan "time clause" untuk simpanan nasabah: yang mau tarik dana harus kasih tau bank dulu. Kedatangan kapal dagang yang memuat jagung dari Alesandria sedikit melegakan pelaku bisnis. Tapi panik muncul lagi setelah ada berita dua bank di Lyons dan satu bank di Byzantium mengalami masalah. Krisis ekonomi akhirnya merebak di Kekaisaran Roma. Banyak kreditor melikuidasi investasinya sehingga mengakibatkan makin banyak perusahaan dan bank yang menyatakan diri bangkrut. Pengadilan dipenuhi kreditor yang menagih-nagih utang dan debitor yang melelang harta yang masih dimiliki untuk melunasi utang. Banyak orang kaya jadi miskin gara-gara bank dan perusahaan bangkrut.

Singkat cerita, karena panik sudah merata di wilayah kekaisaran, Gracchus (praetor, wakil Kaisar), hakim pengadilan lelang yang banyak menangani kebangkrutan waktu itu, segera menghubungi Senat. Kondisi ekonomi sudah gawat, perusahaan dan bank di seantero kekaisaran bisa bangkrut semua. Senat akhirnya sepakat mengirim utusan ke Capri tempat beristirahat Kaisar Tiberius. (Konon, Tiberius lebih sering berada di Capri karena tidak suka dengan intrik di Roma).
Empat hari kemudian utusan Senat kembali dari Capri membawa pesan dari Kaisar. Senat dan penduduk Roma menunggu di luar Forum dengan tegang ketika surat Kaisar dibacakan. Surat Kaisar dibacakan dihadapan Senat yang berkumpul di Curia (House of Senate), setelah itu dibacakan kepada penduduk dari rostrum (semacam panggung terbuka). Dalam suratnya, Tiberius memerintahkan bendahara Kekaisaran Roma untuk meminjamkan 100.000.000 sesterces kepada bankir-bankir bereputasi baik untuk dipinjamkan kepada debitor. Kredit tidak akan dikenai bunga selama tiga tahun. Selain itu, Tiberius juga membatalkan aturan Senat yang mewajibkan senator menginvestasikan 1/3 hartanya dalam bentuk tanah.
Keputusan Kaisar meredakan panik.Bank-bank mulai menawarkan kredit pada pengusaha. Bisnis di Alexandria, Carthage, Corrinth termasuk Via Sacra berangsur-angsur kembali normal.

Kisah krisis ekonomi di Kekaisaran Roma, konon, dicatat oleh Tacitus (sejarawan Roma waktu itu) dalam bukunya The Annals.

Tulisan ini diterjemahkan dari "The panic of AD 33", pada artikel http://www.chicagofed.org/publications/economicperspectives/1989/ep_may_june1989_part2_calomiris.pdf