Grundelan bailout bank Century

Friday, September 25, 2009

Keblinger resiko sistemik

Kompas 26 September 2009 halaman 7, memuat tulisan Sarlito Wirawan Sarwono.

Di kelas Logika UI, katanya, diajarkan contoh premis yang tidak nyambung:

Manusia bernapas

Mohamad Ali bernapas

Jadi Mohamad Ali adalah manusia

Menurut Sarlito logika itu tidak betul karena kalau Mohamad Ali ditukar "kucing", jadi Kucing adalah manusia.



Selama ini, sulit mengetahui penalaran bank Century sebagai bank dengan resiko sistemik. Alasan yang terus menerus disodorkan, "kalau bank Century ditutup (pada saat krisis keuangan) akan terjadi rush di sekian bank yang lain".

Coba diterapkan premis Pak Sarlito:

Bank dengan resiko sistemik adalah bank yang kalau tutup (fail) akan mengakibatkan kekacauan/kegagalan bank lain

Bank Century kalau ditutup (saat krisis) akan mengakibatkan kekacauan bank lain

Jadi, Bank Century adalah bank dengan resiko sistemik



Kalau demikian cara berlogika pengawas BI, sudah jelas yang akan dapat label "resiko sistemik" adalah bank yang memiliki kinerja keuangan paling lemah diantara bank yang lain.

Disini pentingnya kemampuan "bertanya" secara benar: apa sebetulnya resiko sistemik itu? bagaimana cara mengukurnya? bagaimana karakter bank atau institusi dengan resiko sistemik?Lepas dari berapa banyak pasar yang akan terpengaruh oleh "resiko sistemik", salah pemberian label jelas akan menimbulkan kekacauan tersendiri.


Mungkin ketidakmampuan bertanya secara benar itulah yang membuat pengawas bank Century memberi label "sistemik". Dan itu sebabnya, setiap kali ditanya "mengapa bank seperti ini beresiko sistemik" dijawab tidak langsung: kalau ditutup bikin kacau, namanya sistemik.

Seingat saya, pengawas bank tidak pernah memaparkan detail karakteristik bank Century: apa perannya di pasar uang? bagaimana di pasar modal? Tapi, bagaimana mereka bisa paparkan karakteristik Century, kalau mereka sendiri tau bank ini sebetulnya sudah "mati": kurang modal, banyak pelanggaran, dst.

Dimana sistemiknya yang menurut teori??
Kalau toh ada "sistemik" dalam kasus bank Century, adalah "kesalahan sistemik" pengawasan bank.
Kompas, 28 September 2009 hal. 18: "BI mengaku tidak memiliki info mengenai pelanggaran BMPK (Bank Century)".Menurut ketua BPK, BI bukan hanya tidak tau ada pelanggaran BMPK (Legal lending limit), tapi bahkan data yang diserahkan ke KKSK bukan info terkini; padahal BI punya onsite supervisor di bank Century... (BI dieharder pasti kecewa berat dengan hasil audit BPK...Kalau nggak terima, bikin saja teori konspirasi sebanyak2nya)



Sarlito bilang, premis yang tidak nyambung (=tidak logis) banyak dikemukakan tidak hanya dikalangan politisi tapi juga (antara lain) intelektual/cendekiawan/profesor. "Ini keblinger", katanya. Menurut saya, cara berpikir tidak logis kadang sengaja diambil untuk mempengaruhi opini publik. Soal bailout Century juga begitu. Dibikinlah alasan2 yang bahkan dirujuk ke literatur saja susah dikonfirmasikan; dibikinlah keterkaitan dengan peristiwa luar negeri (Lehman bangkrut dst) seolah semua orang itu bodoh, nggak bisa mikir dan harus dikasi ceramah bagaimana ngawasi bank itu.
Tapi saya pribadi percaya, pada akhirnya kebenaran akan muncul.
Kalau memang perbankan Indonesia diawasi dengan baik, hasilnya pasti kelihatan dan dirasakan banyak orang. Tapi kalau pengawas bank "asleep at the wheel", hasilnya juga akan kelihatan.

Saya baca di Kontan online katanya Century mau ganti nama jadi Mutiara?? Kayaknya kok lebih cocok diganti nama jadi "Bank Sistemik" :-)

Sri (nggak mau keblinger)

Thursday, September 24, 2009

Dongeng "bank run"

Bank sebagus apapun, kalau di-rush nasabah, dia akan "selesai"
Deputi Gubernur BI, Budi Rohadi, pada konferensi pers tanggal 30 Agustus 2009.

Salah satu argumentasi atau teori yang dikemukakan untuk mendukung bailout Century adalah "mencegah bank run atau rush di bank-bank lain". Konon pada saat itu (akhir 2008) ada 23 bank yang akan terpengaruh atau kena rush kalau bank Century tidak di-bailout.


http://www.hotstocked.com/articles-img/small/northern_rock.gif

Ada juga yang berpendapat, situasi pasar uang pada saat itu sangat mencekam karena likuiditas ketat; rentan isu sehingga ada kabar negatif sedikit saja akan memicu penarikan dana nasabah besar-besaran.


Benarkah nasabah bank mudah panik dan terpancing isu?


Dongeng mengenai "bank run" akan saya awali dengan kejadian di Inggris, September 2007.
Tanggal 13 September 2007 sekitar jam 20.00, BBC memberitakan Northern Rock (NR) minta fasilitas diskonto dari Bank of England.
Tanggal 14 September 2007 nsabah mulai antri tarik dana di kantor-kantor NR.
Tanggal 17 September 2007 pemerintah Inggris mengumumkan simpanan nasabah dijamin sepenuhya.
Penarikan dana berhenti, tidak terlihat lagi antrian deposan di kantor NR.
Rush nasabah hanya terjadi di NR dan tidak di bank-bank lain; padahal likuiditas di pasar uang mulai ketat.
Mengapa bank lain "selamat" dari serbuan nasabah? Apakah karena penduduk Inggris lebih berpendidikan dari Indonesia sehingga mereka tidak latah? Atau ada penjelasan lain?


Bank run sebenarnya tidak selalu negatif atau fenomena yang harus dihilangkan. Menurut teori ekonomi/keuangan, "bank run" sebenarnya bermanfaat karena fenomena itu merupakan sarana untuk mendisiplinkan bankir. Kalau nasabah tidak diijinkan untuk melakukan penarikan uang bersama-sama (rush atau bank run), bankir akan seenaknya mengelola uang yang dititipkan.
Tapi "bank run" bisa mengganggu kalau nasabah tidak bisa membedakan informasi dari isu/ gosip kosong. Nasabah bisa tarik dana bersama-sama di bank yang sebetulnya dikelola dengan baik. Kalau ini terjadi di beberapa bank secara simultan, dan mengakibatkan hilangnya kepercayaan pada bank (uang dibawa keluar dari sistem perbankan), teori ekonomi menyebutnya sebagai "panic".
Dengan kata lain, menurut teori, kalau terjadi "bank run", total dana pihak ketiga di industri relatif tidak berubah. Deposan tarik dana dan dipindah ke bank lain yang dianggap lebih aman. Sebaliknya kalau terjadi "panic", deposan tarik dana dan simpan dana dalam bentuk lain misalnya properti, emas, atau taruh di bawah bantal. "Panic" mengurangi total dana pihak ketiga pada industri perbankan.
Dalam percakapan sehari-hari, orang tidak membedakan antara "bank run" dan "panic". Tapi jelas keduanya berbeda. "Panic" menular, dan uang tidak kembali; tapi "bank run" biasanya hanya terjadi di bank tertentu, tidak menular ke bank lain karena uang hanya pindah bank. Proponen bailout Century menganggap penutupan bank akan mengakibatkan "panic" (banyak bank ambruk;terjadi "bank run" di banyak bank secara bersama-sama;terjadi krisis kepercayaan).

Benarkah "panic" mudah terjadi?

Saya tidak atau belum menemukan dongeng "panic" khas Indonesia (kalao dodol "picnic" ada..). Tapi saya dapat dongeng "panic" dan "bank run" di negeri orang. Begini ceritanya:
Amerika:
Sejarah Amerika mencatat krisis keuangan awal abad 19, tepatnya tahun 1837; 1893, lalu tahun 1907; lalu tahun 1929. Yang terakhir ini monumental, disebut "great depression", karena parah dan mengakibatkan perubahan struktur industri keuangan Amerika. Krisis keuangan pada tahun 1930an diawali dengan kejatuhan harga saham di tahun 1929, yang kemudian berubah menjadi depresi ekonomi. Singkat cerita, industri keuangan waktu itu kacau.
Setidaknya ada dua studi menarik mengenai "panic" Amerika pada masa itu. Yang pertama mengambil sampel bank-bank di New York, yang kedua mengambil sample bank-bank di Chicago.
Deposan bank di New York pada awal krisis (tahun 1929) ternyata bisa membedakan bank jelek dan bank baik. Mereka memindahkan dana dari bank yang memiliki kinerja keuangan buruk; dan menyimpannya di bank yang memiliki kinerja lebih baik. Tapi dengan berlalunya waktu, mungkin juga dengan memburuknya ekonomi makro, "bank run" berubah jadi "panic". Pada tahun 1930-1932, nasabah tidak lagi membedakan bank, mereka tarik dana dan tidak kembali.

Di Chicago, pada bulan Juni 1932, terjadi krisis kepercayaan pada industri keuangan. Pada bulan itu secara bersama-sama terjadi kegoncangan di bursa saham Chicago, terbongkarnya skandal keuangan, krisis keuangan di pemerintah negara bagian, dan ditutupnya 24 bank sekaligus. Penduduk Chicago mulai menarik dana besar-besaran sehingga mengakibatkan bank-bank ditutup sukarela (voluntary liquidation) oleh manajernya (pada tahun 1930an hal itu dimungkinkan). Tapi ternyata, bank-bank yang kena rush sampai ditutup adalah bank-bank yang memiliki kinerja keuangan yang lemah. Bank dengan kinerja keuangan yang kuat bisa bertahan.
Dalam situasi tidak menentu, di Chicago waktu itu memang terjadi rush di dua bank yang solven. Bank Central Republic akhirnya tidak sampai ditutup karena dibantu oleh konsorsium bank-bank lain. Tapi Chicago Bank of Commerce akhirnya ditutup karena di-rush nasabahnya. Dari laporan keuangan, bank ini memang nampak solven. Tapi sewaktu rasio keuangan dihitung untuk kepentingan penelitian, bank ini memiliki probabilitas gagal yang tinggi.
Singkat cerita, dua penelitian di Amerika tahun 1930an itu menyimpulkan, nasabah bank sebenarnya bisa membedakan bank jelek dari bank bagus. Rush terjadi di bank yang memang berkinerja buruk; "panic" terjadi kalau situasi ekonomi makro juga memburuk.

India:
Pada bulan Maret 2001, bank sentral India mengenakan sanksi pada satu "cooperative bank" (mungkin semacam koperasi simpan pinjam) di Gujarat. Institusi ini (cooperative bank terbesar di India) meminjamkan 80% dana nasabah ke broker saham yang kemudian diketahui merugi di pasar modal. Hari berikutnya (9 Maret dan 12 Maret) nasabah melakukan penarikan besar-besaran. Tanggal 13, bank ini tidak dapat lagi mengembalikan uang nasabah.
Peristiwa gagal bayar ini mengakibatkan penarikan dana besar2an di "cooperative bank" yang lain di Gujarat. Tapi tidak ada yang sampai collapsed.
Penelitian menemukan penarikan nasabah dipengaruhi antara lain oleh keeratan hubungan antara nasabah dengan bank. Nasabah baru cenderung tarik dana; tapi tidak demikian dengan nasabah lama apalagi yang memiliki pinjaman (debitur sekaligus kreditur).

Argentina:
Ada setidaknya dua penelitian mengenai "bank run" yang terjadi seputar krisis ekonomi tahun 1995 dan 2001. Keduanya menyimpulkan, nasabah cenderung menarik dana dari bank yang memiliki "bank fundamental" (kinerja keuangan) rendah. Dengan kata lain, "bank run" ada kaitannya dengan kinerja keuangan bank. Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan seputar krisis ekonomi 1995 menemukan "bank run" juga dipengaruhi kondisi ekonomi makro dan "contagion".


Dari dongeng-dongeng negeri orang, dapat disimpulkan, depositor atau nasabah bisa membedakan bank jelek dari bank bagus. Kemampuan membedakan ini memang tidak sempurna karena mereka tidak pegang informasi akurat. Faktor ekonomi makro juga berperan dalam "bank run". Kalau toh ada penarikan karena rumor/gosip, sifatnya temporer dan akan berhenti dengan sendirinya seperti yang terjadi di Gujarat India. Tapi yang jelas, kecil kemungkinan ada bank bagus di-rush nasabah sampai ambruk.



Main-main dengan angka Indonesia 2007-2009

Kembali ke Indonesia. Akhir 2007 sampai 2008 likuiditas ketat. Situasi "mencekam"; tidak mungkin menutup bank (dalam kondisi itu) karena dikhawatirkan terjadi "rush" di 23 bank. Otoritas keuangan tidak ingin ada kisruh di perbankan seperti waktu krismon 1997-1998.

Kalau "panic" diartikan penabung bawa uang keluar dari industri perbankan, benarkah ada indikasi "panic" antara 2007-2008?
Iseng-iseng saya download data dari ADB dan Statistik Moneter BI. Data yang saya ambil dari ADB adalah Key Indicators Indonesia (annual), khususnya dana pihak ketiga (demand deposit, savings, time deposits dan credit outstanding). Saya bandingkan perubahannya dari tahun 1993-2008. Semua angka telah disesuaikan dengan Implicit GDP Deflator tahun yang bersangkutan. Tabelnya seperti ini:


Ocehan saya sebagai berikut: perhatikan perubahan jumlah Demand Deposit (DD=giro) antara tahun 1997-1998 (saat rupiah mulai terdevaluasi besar2an). DD turun 32%, turun lagi 5% tahun berikutnya. Ketika ekonomi mulai pulih 1999-2000, DD meningkat 21%.

Di Indonesia, orang buka giro biasanya karena punya kredit. Jadi bisa dibilang, pemegang DD adalah debitor bank. Tren yang saya ocehkan, sejalan dengan perubahan kredit. 1997-1998, kredit outstanding turun 24%, turun lagi 17%, lalu meningkat 26% ketika ekonomi mulai sembuh. Nggak perlu jadi pengamat, semua orang tau, ekonomi antara 1997-1999 mengalami kontraksi.

Tapi, coba lihat Savings&Time Deposit (ST): akhir 1997, kurs rupiah sudah jelek sekali, orang panik dan tarik tabungan/deposito keluar dari industri perbankan. ST turun 5% (1996-1997), dan turun terus antara 1-2% tahun-tahun berikutnya. Ini "panic" benerrrr.
Antara 2001-2002 angka perubahan DD,ST dan kredit oustanding besar sekali. Mungkin ini "arus balik" dana yang sempat keluar dari sistem perbankan Indonesia beberapa tahun sebelumnya. Tapi untuk kredit masih mengalami kontraksi, turun 52%.

Sekarang lihat baris 2007-2008.

Likuiditas ketat "baru" menular ke Indonesia kira2 semester kedua 2008. Di tabel nampak, antara 2006-2007 perubahan DD,ST dan kredit masih positif. Tapi antara 2007-2008 DD turun 10%. ST meningkat 1%, kredit meningkat 11%. ST meningkat 1% itu angka net. Angka aslinya, S turun 3.8%, T naik 4.9% (data savings dan time deposit baru dipisah mulai 2002).

Disclimer sebelum lanjut ngoceh: membandingkan angka2 periode krisis moneter dengan periode krisis likuiditas barusan mustinya diuji statistik. Saya tidak lakukan karena cuma untuk iseng2 saja.

Kayaknya tidak ada indikasi "panic" (uang dibawa keluar dari sistem perbankan) 2007-2008 dari data anual ini. Kecuali angka DD, jenis simpanan lain terlihat biasa2 saja.
Bisa saja orang bilang: jelas tidak ada "panic" kan tidak ada bank ditutup...Coba kalau Century ditutup saat itu, bakal laen ceritanya.
Ya, karena data di tabel itu data tahunan, tidak bisa lihat tren dana nasabah sebelum atau sesudah "bailout Century". Kalau pakai data bulanan, "potret"nya bisa makin jelas.
Sekedar iseng, saya download data dari website BI. Data simpanan semua bank, dari Juli 2007-Juli 2009. Angka dideflated; untuk tahun 2009 saya deflated pakai GDP deflator 2008. Grafiknya kayak gini:





Antara Desember 2007-Januari 2008 memang ada drop besar di dana pihak ketiga. Untuk bank persero -21%, bank pemerintah daerah-19%, bank swasta nasional -16%, bank asing dan campuran -11%. Tapi dana pihak ketiga turun sebesar itu ya hanya di bulan itu saja. Artinya kalau ada "panic" ya hanya saat itu saja (Century di bail out akhir 2008).
Setelah itu tren dana pihak ketiga meningkat, uang yang sempat dibawa keluar dari industri perbankan, masuk lagi. (Angka GDP deflator mungkin juga berpengaruh sehingga antara Desember 2007-Januari 2008 tampak ada penurunan besar dana simpanan. Perubahan angka GDP deflator 2007 ke 2008 sebesar 18%; sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya berkisar antara 4-16%).

Selain itu dari grafik bisa dilihat, keempat jenis bank punya kemiripan tren dana. Saya mengintepretasikan, kalau toh ada penarikan besar, nasabah hanya memindahkan uang dari satu jenis bank ke bank lain.
Misalnya saja Century ditutup sekitar September 2008, menurut saya, maksimal yang terpengaruh adalah tren dana bank swasta. Tapi secara keseluruhan (industrywide) tidak akan terlalu signifikan; tidak seperti waktu krisis moneter (turun dan turun terus).

Dengan kata lain, seadainya Century tidak di-bailout, mungkin akan ada "bank run", tapi bukan "panic". Yang diharapkan dari otoritas keuangan Indonesia (kalau Century ditutup) adalah menenangkan publik seperti yang dilakukan otoritas Inggris September 2007; terutama untuk nasabah bank2 kecil.
Sebagai perbandingan: pada saat krisis likuiditas mulai menghantam Eropa, bulan Oktober 2008, otoritas keuangan Irlandia mengeluarkan kebijakan penjaminan penuh simpanan untuk bank-bank utama di negeri itu. Tindakan Irlandia diprotes negara Eropa lainnya yang bergabung dalam European Union. Tapi Irlandia beralasan: kalau bank-bank itu kami "nasionalisasi", sistem keuangan kami akan ambruk.
Kenapa ya, otoritas keuangan Indonesia tidak menerapkan "penjaminan penuh simpanan" terbatas untuk bank-bank kecil??
Mestinya, bailout Century bukan satu-satunya pilihan saat itu. Kebijakan bailout konon diambil untuk mencegah "bank run"; biaya bailout lebih "murah" dibanding potensi biaya kalau terjadi rush besar-besaran (yang belum tentu terjadi). Tapi biaya penyelamatan sistem keuangan (dalam hal ini penyelamatan bank) mestinya tidak hanya dilihat atau diukur dari berapa uang pemerintah/LPS yang keluar. Apa gunanya baiaya lebih murah, tapi kredibilitas rusak seperti sekarang ini.

Yang ndongeng: Sri

Sumber dongeng:

http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601085&sid=aILmsUcUeuqE

Saunders http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1299494

Calomiris http://fraser.stlouisfed.org/docs/MeltzerPDFs/calcon97.pdf

India: http://www.nber.org/papers/w14280

Argentina: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1255502

http://www.bcra.gov.ar/pdfs/invest/trabajo2.pdf

Northern Rock: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1107570














Saturday, September 19, 2009

Dongeng "public relation gaffe": pejabat BI mestinya belajar dari Obama

Kontroversi dimulai dengan kejadian pada tanggal 16 Juli 2009 siang hari di Cambridge, Massachusetts.

Seorang wanita melihat dua orang pria berusaha memaksa masuk ke rumah tetangganya. Merasa curiga, si wanita menelpon 911 melaporkan apa yang dia lihat. Tidak lama kemudian, tiga orang polisi datang. Mereka menangkap, memborgol dan membawa satu pria ke kantor polisi.
Seandainya saja si wanita penelpon 911, pria yang memaksa masuk rumah, dan tiga polisi itu memiliki warna kulit yang sama, kejadian itu tidak akan menimbulkan kontroversi. Yang jadi masalah, si wanita berkulit putih, si pria yang ditangkap berkulit hitam, dua dari tiga polisi berkulit putih.

Masalah jadi "besar" (tepatnya dibesar-besarkan) karena ternyata tiga polisi itu "salah tangkap". Si pria yang nampak memaksa masuk rumah adalah "penghuni rumah" (pintu rumah macet). Tidak hanya itu: si pria korban salah tangkap adalah profesor terkenal di Harvard University, kawan presiden Barack Obama. Isu salah tangkap dan rasis (profiling) jadi "bola liar" ketika presiden Obama berkomentar polisi telah bertindak bodoh (karena menangkap penghuni rumah).

Media masa Amerika mengulas masalah salah tangkap dan rasis dari berbagai sudut: bukankah sudah kewajiban polisi untuk menangkap orang yang dicurigai (apalagi si profesor menolak menunjukan identitas kepada polisi); ada yang bilang kulit hitam selalu dicurigai kalau terjadi tindak kriminal;jajaran polisi juga menyesalkan komentar Obama. Semua detail kejadian diulas, termasuk komentar presiden. Selama 2 minggu presiden Obama, yang sedang menyiapkan rancangan undang-undang kesehatan, diganggu oleh kasus salah tangkap.


Yang dilakukan Obama untuk "menenangkan" ribut-ribut pemberitaan "salah tangkap-rasis-komentar presiden" sangat elegan. Presiden mengundang korban salah tangkap dan satu polisi (kulit putih) ke White House. Ketiganya ngobrol, minum bir, untuk mengklarifikasi posisi masing-masing pada saat kejadian dan kontroversi yang terjadi setelah kejadian itu. http://cdn.picapp.com/ftp/Images/6/8/f/3/Obama_Biden_talk_4d19.JPG?adImageId=2049088&imageId=5674239


Mestinya pejabat publik Indonesia belajar dari Obama



Polemik dimulai ketika DPR mengetahui biaya bailout bengkak dari 1T menjadi 6T.

Konferensi pers diadakan. Deputi Gubernur Senior menjelaskan, seandainya Century tidak di-bailout akan ada 23 bank yang akan ambruk. Ditambah keterangan oleh Deputi Gubernur bahwa bank sebagus apapun akan collapsed kalau di-rush nasabah. Uang yang harus disediakan kalau banyak bank ambruk 30T. Kesimpulan versi Bank Indonesia, bank Century beresiko sistemik, harus dibantu. Dalam kesempatan itu dipaparkan kronologis kebutuhan dana bank Century dari 1T (tepatnya 0.6T) menjadi 6T.

Publik, yang belum bisa melupakan kasus BLBI (dua kali) ratusan trilyun, mulai menduga ada "sesuatu" dibalik penyelamatan Century.

Konferensi pers berikutnya, pejabat senior (Direktur Pengawasan dan Direktur Pemeriksaan) menjelaskan, di bank Century ada fraud/pembukuan fiktif. Dikemukakan juga, biaya bailout membengkak karena pengawas menghitung secara konservarif kebutuhan modal bank Century.

Penjelasan mereka tidak juga menenangkan publik.

Apalagi tak lama setelah penjelasan dari dua direktur BI, Drajad Wibowo memaparkan, bank Century seharusnya sudah dilikuidasi setidaknya tahun 2003-2004. Bank Indonesia sebenarnya sudah lama mengetahui segala macam pelanggaran yang terjadi, termasuk kekurangan modal bank.

Menteri Keuangan juga menyatakan bahwa pada saat rapat KKSK 2008, Bank Indonesia tidak melaporkan fraud. Yang dipresentasikan adalah dana-dana yang akan jatuh tempo. Wakil Presiden ikut bicara, dan menyatakan, masalah bank Century adalah kriminal. KPK dan DPR minta BPK memeriksa BI.

Karena fakta mengenai Century semakin banyak dipublikasikan, orang semakin ribut mempersoalkan, kenapa bank jelek dan seharusnya sudah ditutup masih diberi kesempatan hidup oleh Bank Indonesia; bahkan diberi modal atas nama "resiko sistemik".

Kalangan bankir mengambil sikap "sudahlah, bailout Century tidak perlu diributkan" (mungkin karena ingin diperlakukan seperti Century?). Banyak yang berusaha menjelaskan bagaimana situasi pasar uang sangat ketat dan mencekam. Tapi penjelasan itu (situasi pasar uang ketat dan mencekam) tidak bisa atau susah diterima:

  • Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami ketatnya likuiditas. Mengapa "solusi"nya berupa "preferential treatment"?

  • Bagaimana dengan kondisi 23 bank lain yang berpotensi merugikan negara 30T kalau Century ditutup? Sehatkah mereka? Atau sekelas jeleknya?

  • Mengapa bank yang sudah "karam di dasar laut, diapungkan kembali ke permukaan" dengan biaya 6 trilyun (saya ambil metafor ini dari salah satu komentator di blog Tempo)?
Mengenai penutupan bank yang tidak dilakukan, pejabat Bank Indonesia menunjuk Undang-Undang Perbankan yang perlu direvisi. Juga berdalih, BI bisa di-PTUN-kan kalau menutup Century karena bank itu sudah berupaya tambah modal. Pendeknya, menurut pejabat BI "kami sebenarnya lebih suka menutup Century, tapi tidak bisa".

Tapi, bukankah peraturan penutupan bank ada di BI? Peraturannya ada tapi tidak di-enforce. Perangkat hukum dianggap kurang mendukung, tapi tidak minta perbaikan ke parlemen.

Mengapa begini cara kerja pengawas bank di BI?

Sebagai perbandingan, April 2009 bank IFI bisa ditutup tanpa dalih macam2.

Mulailah beredar dugaan-dugaan: penyelamatan dilakukan karena ada deposan tertentu yang ingin dilindungi, ada dana kampanye di Century, ada upaya menjegal figur tertentu. Ada juga isu Budiono sengaja menurunkan syarat kecukupan modal bank untuk minta fasilitas diskonto supaya Century bisa mendapatkan fasilitas tersebut.

Perkembangan berikutnya: Budiono sholat jumat di BI. Hari berikutnya, Deputi Gubernur BI mengadakan pertemuan tertutup dengan pengamat-pengamat ekonomi di Hotel Nikko. Kira-kira 1 minggu kemudian, beberapa orang yang hadir di pertemuan itu menulis di media, mendukung tindakan bailout bank Century.

Apa yang terjadi dipertemuan tertutup itu? Kenapa Deputi Gubernur BI lebih suka bertemu tertutup dengan ekonom? (Beruntung ada tulisan Adrian Panggabean yang dengan baik mengulas kontroversi Century dari berbagai perspektif).

Mengapa pejabat publik, terutama pejabat BI, tidak melakukan apa yang dilakukan Obama untuk meredakan kontroversi?

Daripada mengadakan pertemuan tertutup dengan ekonom, bukankah lebih baik mengadakan diskusi berbobot antara ekonom (pengamat) dengan ekonom BI? Diskusi sehat, dihadiri doktor2 bidang ekonomi dan perbankan, mengenai kontroversi "resiko sistemik Century" pasti akan lebih bermanfaat daripada pertemuan "rahasia". Diskusi dengan jujur a la intelektual terhormat, bukan diskusi yang sudah diskenariokan a la intelektual bayaran untuk menggiring publik ke satu sisi. Bukankah bisa dipresentasikan: hitungan atau model "systemic risk" yang dipakai BI? Stress testing yang dipakai untuk menilai kondisi satu bank tertentu dan industri perbankan secara keseluruhan? pertimbangan bank run? (pernah ada kajian BI mengenai bank run?)

Seandainya diskusi itu diliput wartawan, konsep yang rumit pasti akan lebih bisa dibumikan atau disimplifikasi untuk konsumsi orang yang awam perbankan (seperti saya). Mengapa jawaban atau pernyataan pejabat BI untuk hal-hal ini sangat elusive? Padahal "systemic risk", "stress test", "bank run" adalah konsep umum dan jelas di disiplin ekonomi/finance. Mengapa pejabat BI memberikan jawaban yang bersifat "beating the bush"?

Berita terakhir, BPK memeriksa tidak hanya pengawas/pemeriksa bank Century tapi juga unit penelitian dan pengaturan bank. Selama ini staf unit penelitian tidak pernah kena imbas kebijakan kolega mereka di unit pengawasan/pemeriksaan. Ada apa?

Apa terkait dengan perubahan syarat kecukupan modal bank dari 8% jadi 5% untuk mendapatkan fasilitas diskonto?


Controversy continued...

Yang ndongeng dan bingung: Sri

http://edition.cnn.com/2009/US/07/29/gates.arrest/index.html
http://edition.cnn.com/2009/POLITICS/07/30/harvard.arrest.beers/
http://www.cbc.ca/world/story/2009/07/30/beer-obama-racial029.html
http://www.tempointeraktif.com/hg/kolom/2009/09/16/kol,20090916-109,id.html
http://www.tempointeraktif.com/hg/kolom/2009/09/14/kol,20090914-108,id.html

Friday, September 18, 2009

Dongeng "bank bailout": di Amerika, Inggris, Indonesia-apa bedanya?






Krisis industri keuangan (atau perbankan) biasanya diikuti dengan tindakan penyelamatan. Hampir semua negara di dunia ini pernah mengalami krisis perbankan sehingga “bank bailout” terjadi dimana-mana. Tapi, mirip dengan orang sakit, yang membedakan adalah penyebabnya, cara penanggulangannya dan “biaya” (tidak harus dalam bentuk uang) bailout yang dikeluarkan.















Bailout di Amerika sewaktu krisis keuangan barusan, bisa dibagi jadi dua macam. Yang pertama, pemerintah (melalui departemen Keuangan) dan Bank Sentral bertindak sebagai “matchmaker” sekaligus “meminjamkan dana”. Bear & Sterns (BS) pada bulan Maret 2008 minta fasilitas diskonto ke Federal Reserve New York. Fasilitas itu dengan cepat berubah menjadi bailout karena eksposur BS pada subprime mortgage. BS nyaris “mati” karena kewajiban yang harus segera dilunasi sudah lebih besar dari modal.

Otoritas keuangan Amerika “menjodohkan” BS dengan “peminat”, JP Morgan Chase. Fed New York bersama JP Morgan Chase “iuran” total USD 30 milyar untuk membantu neraca BS. Sebagai jaminan Fed menerima asset BS senilai USD 29 milyar; untung atau rugi atas asset tersebut akan ditanggung oleh Fed New York.


Metode bailout kedua adalah menyuntikan modal untuk menutup kerugian, mirip dengan bailout bank Century di Indonesia. Model bailout ini diterapkan pada American International Group(AIG). Otoritas semula memberikan USD 85 milyar kepada AIG dengan syarat antara lain, utang itu harus dilunasi dalam waktu 2 tahun berikut bunga sebesar 8.5% per tahun (belakangan jumlah itu membengkak menjadi USD 200 milyar karena AIG harus membayar kewajiban-kewajiban transaksi derivatif yang jatuh tempo). Sebagai imbalan, pemerintah Amerika menguasai 80% saham AIG. Citibank di-bailout dengan metode serupa.
Baik AIG maupun Citi, dikategorikan sebagai institusi keuangan “too big to fail”; potensi atau prospek bisnis keduanya bagus; dan (mungkin juga) keduanya punya lobi kuat di kongres Amerika. Itu sebabnya ototritas keuangan bail out keduanya dengan cara injeksi modal, tidak ditawarkan ke pihak lain, atau di-spin off.

Bailout yang dilakukan otoritas keuangan Inggris mirip dengan bailout bank Century. Awal September 2007, Bank of England memberi fasilitas diskonto kepada Northern Rock (NR) yang kesulitan likuiditas karena imbas krisis keuangan.. Tapi karena publik “curiga” NR mengalami kesulitan likuiditas serius, terjadi rush.

Sebenarnya ada dua investor berminat untuk membeli NR. Tapi karena pengambilalihan akan diikuti pemutusan hubungan kerja, proposal mereka ditolak. Pemerintah Inggris (dikuasai partai Buruh yang jelas akan menolak setiap propsal phk) akhirnya mengambilalh NR.
Yang menarik dari bailout NR adalah cara pejabat otoritas keuangan Inggris menenangkan publik/penabung NR (lihat url BBC): dalam waktu kurang dari seminggu, bank run atau depositor run di kantor-kantor NR berhenti. Selain itu, dalam waktu 6 bulan auditor intern Financial Service Authority (FSA) dapat menyelesaikan review (dan rekomendasi) mengenai kinerja FSA dalam mengawasi NR. FSA mengakui ada kekurangan dalam pengawasan NR; lima dari tujuh pejabat yang terkait pengawasan NR mengundurkan diri..

Di Indonesia, banyak yang mengkaitkan penyelamatan bank Century dengan bangkrutnya Lehman Brothers (LB). Argumentasi yang dikemukakan: kalau Century tidak di-bail out, akan ada kejadian ikutan (yang mengerikan) seperti di Amerika ketika otoritas keuangan menolak bail out LB. Ada juga yang bilang, pemerintah Amerika menyesal tidak bailout LB, karena akhirnya harus bailout AIG.
Sebenarnya, otoritas keuangan Amerika tidak membiarkan LB mati begitu saja. Bailout sebenarnya sudah diupayakan. Peminat LB antara lain Bank of America, Barclays (investment bank dari Inggris), Korean Development Bank, dan (konon) Warren Buffett. LB “dibiarkan” bangkrut karena sampai batas waktu yang ditentukan, tidak menemukan pembeli yang cocok (tepatnya: “jual mahal”, tidak mau terima tawaran dari calon pembeli).

LB dibiarkan mati pada bulan September 2008, bursa saham seluruh dunia goncang. Hubungan sebab-akibat dua kejadian tersebut bisa diperdebatkan. Ada yang “menyalahkan” Paulson, menteri keuangan Amerika karena keputusannya membiarkan LB mati. Tapi ada juga yang membenarkan tindakan otoritas keuangan: kalau waktu itu LB diinjeksi modal (dan bukannya dibeli pesaingnya), investment bank yang lain akan meniru sikap LB, antri minta uang pemerintah. Membiarkan LB mati merupakan keputusan yang mengejutkan dan menakutkan investment bank lain yang juga hampir ambruk yaitu Merrill Lynch (ML). Karena “ketakutan” akhirnya ML dengan mudah diakuisisi Bank of America hanya beberapa hari setelah Bank of America batal mengakuisisi LB.

Jadi, apa beda bailout di sini dan di sana?


Pertama, bailout (dalam bentuk injeksi modal) di Amerika dan Inggris diberikan untuk bank yang sebenarnya masih memiliki modal positif (solvent), prospektif, tapi mengalami kesulitan likuiditas karena kondisi pasar.
Kedua, penyelamatan sistem keuangan di Indonesia identik dengan menyelamatkan bank (yang sudah karam). Di Amerika, penyelamatan sistem keuangan bisa diimplementasikan dalam bentuk “mengorbankan bank untuk memberi pelajaran anti moral hazard” bagi yang lain.
Ketiga, otoritas keuangan Amerika dan Inggris selalu minta bank (yang di-bailout) untuk “menyelesaikan sendiri” masalahnya dalam tenggat waktu yang jelas (dan singkat). Artinya, bank tidak bisa berlama-lama cari pembeli atau investor, asset makin lama makin jelek, lalu (malah) dikasi modal.


Pelajaran yang bisa diambil dari bailout: forbearance (pemberian dispensasi kepada bank untuk tidak memenuhi ketentuan) dan/atau negligence seharusnya tidak mendahului bailout. Kalau hal ini terjadi, “biaya” bailout akan besar. Biaya tidak selalu berarti uang, tapi juga “kredibilitas” pengawas bank. Di Indonesia, forbearance terlalu lama diberikan kepada Century; di Inggris, pengawas bank ternyata tidak teliti (negligence) dalam mengawasi risk management NR. Di Amerika, AIG di-bailout karena ternyata selama ini AIG diawasi secara parsial; sebenarnya tidak/belum ada otoritas yang bertanggungjawab penuh atas pengawasan AIG sebagai satu entity.

Yang ndongeng: Sri

Sumber dongeng:

American International Group
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2008/09/17/AR2008091703349.html
http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601039&sid=aUePOd7voLic&refer=columnist_berry


AIG Supervision

http://www.insurancejournal.com/news/national/2008/09/17/93798.htm
http://www.marketwatch.com/story/senators-regulators-didnt-do-their-job
http://online.wsj.com/article/SB123730363714756931.html?mod=http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601087&sid=abiYc037lTNI
Bear Sterns
http://www.forbes.com/2008/03/24/bear-stearns-update3-markets-equity-cx_md_cg_0324markets47.html
http://www.forbes.com/2008/04/03/briefing-bearstearns-hearing-markets-equtiy-cx_ss_0403markets18.html
Lehman Brothers
http://www.telegraph.co.uk/finance/financetopics/financialcrisis/6179138/Lehman-collapse-the-drama-of-a-mad-48-hours-that-will-never-fade.html
http://www.businessweek.com/investor/content/sep2009/pi20090915_139811.htm
Merrill Lynch
http://www.marketwatch.com/story/fearing-collapse-merrill-lynch-sells-out-to-bank-of-america?dist=sp_nlMarketing&sguid=EbkHc_MynE-vFgBrehdOnA
Bailout Amerika:
http://online.wsj.com/article/SB10001424052970203440104574403144004792338.html?mod=googlenews_wsj
http://dealbook.blogs.nytimes.com/2009/09/14/lehman-had-to-die-so-global-finance-could-live/
http://www.usnews.com/money/blogs/flowchart/2009/09/01/how-the-bailouts-could-have-gone-better.html
Northern Rock (NR):
http://www.marketwatch.com/story/northern-rock-gets-central-bank-lifeline-as-credit-squeezed
http://www.marketwatch.com/story/uk-stocks-stumble-on-northern-rock-bailout
http://www.marketwatch.com/story/uk-government-to-nationalize-northern-rock
http://news.bbc.co.uk/2/low/business/7007076.stm
Financial Service Authority dan NR
http://www.forbes.com/feeds/afx/2008/03/26/afx4815579.html
http://www.guardian.co.uk/business/2008/jan/04/northernrock?gusrc=rss&feed=worldnews
http://www.guardian.co.uk/business/2008/mar/19/northernrock.banking1
Paper:
http://ssrn.com/abstract=1362639